Fitnah dajjal

www.tips-fb.com

Oleh: Ust. Muhammad Abduh Tuasikal
Bahagian 1

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Beberapa saat lalu, web rumaysho.com –alhamdulillah- telah membahas beberapa tanda kiamat. Dimulai dengan munculnya Imam Mahdi dan Turunnya Nabi Isa ‘alaihis salam di akhir zaman. Saat ini kita akan membahas tanda datangnya kiamat lainnya, yaitu munculnya Dajjal. Insya Allah tulisan ini akan kami sajikan dalam beberapa seri tulisan. Semoga Allah memberikan kita keyakinan dan aqidah yang benar.

Dajjal asalnya berarti “التَّغْطِيَة”, bermakna menutupi. Orang yang berdusta disebut Dajjal karena ia menutupi kebenaran dengan kebatilan.[1]

Dajjal yang dimaksud dalam bahasan ini adalah Dajjal akbar yang akan muncul menjelang hari kiamat di zaman Imam Mahdi dan Nabi Isa ‘alaihis salam.

Dajjal, Seberat-Beratnya Ujian

Keluarnya Dajjal merupakan di antara tanda datangnya kiamat. Fitnah (cobaan) yang ditimbulkan oleh Dajjal adalah seberat-beratanya ujian yang akan dihadapi manusia.

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan,

مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ خَلْقٌ أَكْبَرُ مِنَ الدَّجَّالِ

"Tidak ada satu pun makhluk sejak Adam diciptakan hingga terjadinya kiamat yang fitnahnya (cobaannya) lebih besar dari Dajjal." (HR. Muslim no. 2946) An Nawawi rahimahullah menerangkan, “Yang dimaksud di sini adalah tidak ada fitnah dan masalah yang lebih besar daripada fitnah Dajjal.”[2]

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri di hadapan manusia lalu memuji Allah karena memang Dialah satu-satunya yang berhak atas pujian kemudian beliau menceritakan Dajjal. Beliau bersabda,

إِنِّى لأُنْذِرُكُمُوهُ ، وَمَا مِنْ نَبِىٍّ إِلاَّ أَنْذَرَهُ قَوْمَهُ ، لَقَدْ أَنْذَرَ نُوحٌ قَوْمَهُ ، وَلَكِنِّى أَقُولُ لَكُمْ فِيهِ قَوْلاً لَمْ يَقُلْهُ نَبِىٌّ لِقَوْمِهِ ، تَعْلَمُونَ أَنَّهُ أَعْوَرُ ، وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ

"Aku akan menceritakannya kepada kalian dan tidak ada seorang Nabi pun melainkan telah menceritakan tentang Dajjal kepada kaumnya. Sungguh Nabi Nuh ‘alaihis salam telah mengingatkan kaumnya. Akan tetapi aku katakan kepada kalian tentangnya yang tidak pernah dikatakan oleh seorang Nabi pun kepada kaumnya, yaitu Dajjal itu buta sebelah matanya sedangkan Allah sama sekali tidaklah buta". (HR. Bukhari no. 3337 dan Muslim no. 169)

Dari Anas, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا بُعِثَ نَبِىٌّ إِلاَّ أَنْذَرَ أُمَّتَهُ الأَعْوَرَ الْكَذَّابَ ، أَلاَ إِنَّهُ أَعْوَرُ ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ ، وَإِنَّ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَكْتُوبٌ كَافِرٌ

“Tidaklah seorang Nabi pun diutus selain telah memperingatkan kaumnya terhadap yang buta sebelah lagi pendusta. Ketahuilah bahwasanya dajjal itu buta sebelah, sedangkan Rabb kalian tidak buta sebelah. Tertulis di antara kedua matanya “KAAFIR”.” (HR. Bukhari no. 7131)

Dalam sebuah hadits shahih, dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يا أيها الناس ! إنها لم تكن فتنة على وجه الأرض منذ ذرأ الله ذرية آدم أعظم من فتنة الدجال و إن الله عز و جل لم يبعث نبيا إلا حذر أمته الدجال و أنا آخر الأنبياء و أنتم آخر الأمم و هو خارج فيكم لا محالة

"Wahai sekalian manusia, sungguh tidak ada fitnah yang lebih besar dari fitnah Dajjal di muka bumi ini semenjak Allah menciptakan anak cucu Adam. Tidak ada satu Nabi pun yang diutus oleh Allah melainkan ia akan memperingatkan kepada umatnya mengenai fitnah Dajjal. Sedangkan Aku adalah Nabi yang paling terakhir dan kalian juga ummat yang paling terakhir, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Dajjal akan muncul di tengah-tengah kalian.” (Dikeluarkan dalam Shahih Al Jaami’ Ash Shoghir no. 13833. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dajjal Dinamakan Al Masih

Dajjal dinamakan Al Masih karena salah satu matanya terusap/ tertutup (artinya: buta sebelah). Disebutkan pula bahwa ia dinamakan Al Masih karena dia mengusap/ melewati bumi selama empatpuluh hari.[3]

Al Masih sendiri kadang ditujukan pada orang yang shidiq (jujur) yaitu ‘Isa ‘alaihis salam dan kadang pula Al Masih dimaksudkan untuk orang yang sesat lagi dusta yaitu Dajjal yang matanya buta sebelah.[4]

Berita Tentang Kemunculan Dajjal adalah Berita Mutawatir

Sebagian hadits mengenai Dajjal telah dikemukakan di atas. Sebagian lainnya akan kita temukan pada bahasan selanjutnya mengenai Dajjal. Intinya, semua hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa di akhir zaman, akan muncul Dajjal. Berita tentang Dajjal ini diriwayatkan dalam riwayat yang amat banyak, sampai derajat mutawatir. Hadits-hadits yang membicarakan tentang Dajjal pun berasal dari kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu, orang yang meragukan tentang hal ini, dialah yang sungguh aneh.

Al Qodhi mengatakan, “Hadits-hadits yang disebutkan oleh Imam Muslim dan selainnya mengenai kisah Dajjal benar-benar sebagai hujjah bagi madzhab yang berada di atas kebenaran bahwa Dajjal benar adanya. Dajjal adalah benar-benar manusia. Allah mendatangkannya untuk menguji para hamba-Nya. Allah memberikan pada Dajjal berbagai ilahiyah (ketuhanan), yaitu dengan menghidupkan mayit yang sebelumnya ia matikan, menumbuhkan tanaman, menyuburkan tanah dan kebun, menjadikan api dan dua macam sungai. Kemudian Dajjal pun akan mengeluarkan berbagai macam perbendaharaan di dalam bumi, ia akan menurunkan hujan dari langit, dan tanah pun akan tumbuh tanaman. Ini semua dilakukan atas kuasa dan kehendak Allah. Kemudian setelah itu, Allah Ta’ala membuat ia tidak bisa berbuat apa-apa. Namun tidak ada yang bisa membunuh Dajjal dan menghancurkan berbagai urusannya melainkan ‘Isa ‘alaihis salam. Allah pun akhirnya mengokohkan hati orang beriman. Inilah madzhab Ahlus Sunnah, keyakinan para pakar hadits, para fuqoha dan para ulama peneliti lainnya.”[5]

Mengapa Berita Tentang Dajjal Tidak Disebutkan dalam Al Qur’an?

Ada beberapa versi jawaban yang dapat diberikan dalam hal ini:

Pertama, Allah Ta’ala berfirman,

يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا

“Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri.” (QS. Al An’am: 158). Padahal dalam hadits disebutkan,

ثَلاَثٌ إِذَا خَرَجْنَ (لَمْ يَنْفَعْ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ) الآيَةَ الدَّجَّالُ وَالدَّابَّةُ وَطُلُوعُ الشَّمْسِ مِنَ الْمَغْرِبِ أَوْ مِنْ مَغْرِبِهَا

“Tiga tanda, jika semuanya telah terjadi, maka tidak akan berguna lagi keimanan seseorang sebelumnya, yaitu; keluarnya Dajjal, binatang melata, dan terbitnya matahari dari barat atau dari tempat terbenamnya” (HR. Tirmidzi no. 3072 dan Ahmad 2/445. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Hadits ini menunjukkan adanya korelasi dengan ayat di atas, sehingga sangat tepat sekali menunjukkan adanya Dajjal di akhir zaman.

Kedua, Al Qur’an sendiri mengisyaratkan bahwa ‘Isa bin Maryam akan turun di akhir zaman seperti pada firman Allah Ta’ala,

وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ

“Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya.” (QS. An Nisa': 159). Dan pada firman Allah Ta’ala,

وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ

“Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat.” (QS. Az Zukhruf: 61). Jika benar Isa akan turun di akhir zaman dan misi beliau adalah membunuh Dajjal, maka cukup dengan kita menyebut turunnya Isa, itu menandakan akan munculnya Dajjal. Apalagi antara Isa dan Dajjal sama-sama disebut Al Masih.

Inilah di antara alasan mengapa Dajjal tidak disebutkan dalam Al Qur’an sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani.[6]

Alasan ketiga yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.

Ketiga: Berita tentang Dajjal juga sudah disebutkan dalam ayat Al Qur’an,

لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ghofir/Al Mu’min: 57) Yang dimaksud dengan penciptaan manusia di sini adalah Dajjal. Sebagaimana yang mendukung hal ini adalah hadits,

مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ خَلْقٌ أَكْبَرُ مِنَ الدَّجَّالِ

"Tidak ada satu pun makhluk sejak Adam diciptakan hingga terjadinya kiamat yang fitnahnya (cobaannya) lebih besar dari Dajjal." (HR. Muslim no. 2946)

Mengenai surat Ghofir ayat 57, Al Baghowi mengatakan, “Sebagian ulama mengatakan: yaitu yang lebih besar dari ujian dari Dajjal. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, yaitu orang Yahudi yang selalu memperdebatkan tentang Dajjal.”[7]

Demikian beberapa sajian awal dari kami mengenai Dajjal. Insya Allah kajian ini masih akan dilanjutkan pada tulisan serial berikutnya. Semoga Allah mudahkan.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Referensi:
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392 H.
Al Yaumul Akhir-Al Qiyamatush Shugro, Dr. ‘Umar Sulaiman Al Asyqor, Darun Nafais-Maktabah Al Falah, cetakan keempat, 1411 H.
Asyotusy Sya’ah, ‘Abdullah bin Sulaiman Al Ghofili, Kementrian Urusan Islamiyah, Waqof, Dakwah, dan Irsyad, Kerajaan Saudi Arabia, cetakan pertama, 1422 H.
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379 H.
Lisanul ‘Arob, Muhammad bin Makrom bin Manzhur Al Afriqi Al Mishri, Dar Shodir, cetakan pertama.
Ma’alimut Tanzil, Al Husain bin Mas’ud Al Baghowi, Dar Thoyibah, cetakan keempat, tahun 1417 H.



Diselesaikan berkat nikmat Allah di Panggang-GK, 8 Sya’ban 1431 H (20/07/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com


[1] Lihat Fathul Bari, 13/91.

[2] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 18/87

[3] Lihat Fathul Bari, 6/472, Lisanul ‘Arob, 2/593 dan Asyrotus Saa’ah, hal. 117.

[4] Lihat Asyrotus Saa’ah, hal. 117.

[5] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 18/58.

[6] Fathul Bari, 13/92.

[7] Ma’alimut Tanzil, 7/153


Bahagian 2

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Sudah berselang lama, kami tidak melanjutkan bahasan Dajjal, di antara tanda-tanda kiamat. Pada kesempatan kali ini, insya Allah kami akan melanjutkannya dengan memohon taufik dan ‘inayah Allah Ta’ala. Semoga bermanfaat.

Keadaan Kaum Muslimin Kala Keluarnya Dajjal

Ketika Dajjal muncul, jumlah kaum muslimin amatlah banyak dan semakin bertambah kuat.[1] Namun mendekati keluarnya Dajjal, kaum muslimin ditimpa bala’ yang amat berat. Hujan tidak kunjung turun. Tanaman pun tidak tumbuh. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,

وَإِنَّ قَبْلَ خُرُوجِ الدَّجَّالِ ثَلاَثَ سَنَوَاتٍ شِدَادٍ يُصِيبُ النَّاسَ فِيهَا جُوعٌ شَدِيدٌ يَأْمُرُ اللَّهُ السَّمَاءَ فِى السَّنَةِ الأُولَى أَنْ تَحْبِسَ ثُلُثَ مَطَرِهَا وَيَأْمُرُ الأَرْضَ فَتَحْبِسُ ثُلُثَ نَبَاتِهَا ثُمَّ يَأْمُرُ السَّمَاءَ فِى السَّنَةِ الثَّانِيَةِ فَتَحْبِسُ ثُلُثَىْ مَطَرِهَا وَيَأْمُرُ الأَرْضَ فَتَحْبِسُ ثُلُثَىْ نَبَاتِهَا ثُمَّ يَأْمُرُ اللَّهُ السَّمَاءَ فِى السَّنَةِ الثَّالِثَةِ فَتَحْبِسُ مَطَرَهَا كُلَّهُ فَلاَ تَقْطُرُ قَطْرَةٌ وَيَأْمُرُ الأَرْضَ فَتَحْبِسُ نَبَاتَهَا كُلَّهُ فَلاَ تُنْبِتُ خَضْرَاءَ فَلاَ تَبْقَى ذَاتُ ظِلْفٍ إِلاَّ هَلَكَتْ إِلاَّ مَا شَاءَ اللَّهُ ». قِيلَ فَمَا يُعِيشُ النَّاسَ فِى ذَلِكَ الزَّمَانِ قَالَ « التَّهْلِيلُ وَالتَّكْبِيرُ وَالتَّسْبِيحُ وَالتَّحْمِيدُ وَيُجْرَى ذَلِكَ عَلَيْهِمْ مَجْرَى الطَّعَامِ

“Sesungguhnya tiga tahun sebelum munculnya Dajjal, adalah waktu yang sangat sulit, di mana manusia akan ditimpa oleh kelaparan yang sangat, Allah akan memerintahkan kepada langit pada tahun pertama untuk menahan sepertiga dari hujannya, dan memerintahkan kepada bumi untuk menahan sepertiga dari tanaman-tanamannya. Dan pada tahun kedua Allah akan memerintahkan kepada langit untuk menahan dua pertiga dari hujannya dan memerintahkan kepada bumi untuk menahan duapertiga dari tumbuh-tumbuhannya. Kemudian di tahun yang ketiga, Allah memerintahkan kepada langit untuk menahan semua air hujannya, maka ia tidak meneteskan setetes air pun dan Allah memerintahkan kepada bumi untuk menahan semua tanaman-tanamannya, maka setelah itu tidak dijumpai satu tanaman hijau yang tumbuh dan semua binatang yang berkuku akan mati, kecuali yang tidak dikehendaki oleh Allah." Kemudian para sahabat bertanya, "Dengan apakah manusia akan hidup pada saat itu?" Beliau menjawab, "Tahlil, takbir dan tahmid akan sama artinya bagi mereka dengan makanan."[2]

Sifat-Sifat Dajjal

Beberapa sifat Dajjal disebutkan dalam beberapa hadits berikut ini.

Dari 'Abdullah bin Umar, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ أَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ ، فَإِذَا رَجُلٌ آدَمُ سَبْطُ الشَّعَرِ يَنْطُفُ - أَوْ يُهَرَاقُ - رَأْسُهُ مَاءً قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالُوا ابْنُ مَرْيَمَ . ثُمَّ ذَهَبْتُ أَلْتَفِتُ ، فَإِذَا رَجُلٌ جَسِيمٌ أَحْمَرُ جَعْدُ الرَّأْسِ أَعْوَرُ الْعَيْنِ ، كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ قَالُوا هَذَا الدَّجَّالُ . أَقْرَبُ النَّاسِ بِهِ شَبَهًا ابْنُ قَطَنٍ » . رَجُلٌ مِنْ خُزَاعَةَ

"Ketika aku tidur, aku bermimpi thawaf di ka'bah, tak tahunya ada seseorang yang rambutnya lurus, kepalanya meneteskan atau mengalirkan air. Maka saya bertanya, 'Siapakah ini? ' Mereka mengatakan, 'Ini Isa bin Maryam'. Kemudian aku menoleh, tak tahunya ada seseorang yang berbadan besar, warnanya kemerah-merahan, rambutnya keriting, matanya buta sebelah kanan, seolah-olah matanya anggur yang menjorok. Mereka menjelaskan, 'Sedang ini adalah Dajjal. Manusia yang paling mirip dengannya adalah Ibnu Qaththan, laki-laki dari bani Khuza'ah.'"[3]

Dari ‘Ubadah bin Ash Shoomit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّى قَدْ حَدَّثْتُكُمْ عَنِ الدَّجَّالِ حَتَّى خَشِيتُ أَنْ لاَ تَعْقِلُوا إِنَّ مَسِيحَ الدَّجَّالِ رَجُلٌ قَصِيرٌ أَفْحَجُ جَعْدٌ أَعْوَرُ مَطْمُوسُ الْعَيْنِ لَيْسَ بِنَاتِئَةٍ وَلاَ جَحْرَاءَ فَإِنْ أُلْبِسَ عَلَيْكُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ

“Sungguh, aku telah menceritakan perihal Dajjal kepada kalian, hingga aku kawatir kalian tidak lagi mampu memahaminya. Sesungguhnya Al Masih Dajjal adalah seorang laki-laki yang pendek, berkaki bengkok, berambut keriting, buta sebelah dan matanya tidak terlalu menonjol dan tidak pula terlalu tenggelam. Jika kalian merasa bingung, maka ketahuilah bahwa Rabb kalian tidak bermata juling.”[4]

Dari Ibnu 'Abbas, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda tentang Dajjal,

أَعْوَرُ هِجَانٌ أَزْهَرُ كَأَنَّ رَأْسَهُ أَصَلَةٌ أَشْبَهُ النَّاسِ بِعَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قَطَنٍ فَإِمَّا هَلَكَ الْهُلَّكُ فَإِنَّ رَبَّكُمْ تَعَالَى لَيْسَ بِأَعْوَرَ

"(Dajjal) buta sebelah, putih dan berkilau, seolah kepalanya adalah (kepala) ular, dan (dia) adalah orang yang paling mirip dengan Abdul 'Uzza bin Qathan. Jika dia itu celaka dan sesat, maka ketahuilah bahwa Tuhan kalian tidaklah buta sebelah."[5]

Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« إِنِّى خَاتَمُ أَلْفِ نَبِىٍّ أَوْ أَكْثَرُ مَا بُعِثَ نَبِىٌّ يُتَّبَعُ إِلاَّ قَدْ حَذَّرَ أُمَّتَهُ الدَّجَّالَ وَإِنِّى قَدْ بُيِّنَ لِى مِنْ أَمْرِهِ مَا لَمْ يُبَيَّنْ لأَحَدٍ وَإِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ وَعَيْنُهُ الْيُمْنَى عَوْرَاءُ جَاحِظَةٌ وَلاَ تَخْفَى كَأَنَّهَا نُخَامَةٌ فِى حَائِطٍ مُجَصَّصٍ وَعَيْنُهُ الْيُسْرَى كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّىٌّ مَعَهُ مِنْ كُلِّ لِسَانٍ وَمَعَهُ صُورَةُ الْجَنَّةِ خَضْرَاءُ يَجْرِى فِيهَا الْمَاءُ وَصُورَةُ النَّارِ سَوْدَاءُ تَدْخَنُ »

"Sesungguhnya aku adalah penutup dari seribu Nabi yang telah diutus, dan tidaklah ada seorang Nabi yang diutus kecuali telah memperingatkan kepada umatnya tentang Dajjal, dan sungguh aku telah diberi penjelasan berkenaan dengannya yang tidak diberikan kepada seorang pun. Sesungguhnya ia adalah seorang yang bermata juling, sedang Rabb kalian bukanlah bermata juling. Mata kanannya melotot -tidak bisa dipungkiri- seakan-akan dahak yang menempel pada tembok yang dicat, sedang mata kirinya seperti bintang yang terang. Dan aku juga diberi penjelasan tentang semua ucapan, dan gambaran surga yang berwarna hijau yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Serta gambaran neraka yang berwarna hitam berasap.”[6]

Di antara dua mata Dajjal tertulis KAFIR, sebagaimana disebutkan dalam hadits,

إِنَّهُ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ كَافِرٌ يَقْرَؤُهُ مَنْ كَرِهَ عَمَلَهُ أَوْ يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ

“Di antara kedua matanya tertulis KAFIR yang bisa dibaca oleh orang yang membenci perbuatannya atau bisa dibaca oleh setiap orang mu`min.”[7]

Dalam hadits diceritakan mengenai Dajjal bahwa ia tidak memiliki keturunan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

هُوَ عَقِيمٌ لاَ يُولَدُ لَهُ

“Dajjal itu mandul.”[8]

Demikian penjelasan ringkas mengenai Dajjal dari beberapa hadits, terkhusus mengenai ciri-ciri Dajjal. Jika tidak ditemukan ciri-ciri demikian, maka tidak bisa disebut Dajjal Akbar yang akan muncul menjelang hari kiamat. Jadi tidak bisa kita katakan--misalnya--George Bush itu adalah Dajjal karena memang tidak ada ciri-ciri tersebut di atas.

Bahasan lainnya tentang Dajjal, masih dilanjutkan pada tulisan lainnya. Mudah-mudahan Allah beri kelonggaran waktu untuk membahasnya. Bahasan sebelumnya tentang Dajjal, silakan lihat di sini.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Finished when hearing adzan Maghrib in KSU, Riyadh, KSA, on 18 Dzulqo’dah 1431 H (26/10/2010)

By: Muhammad Abduh Tuasikal

www.rumaysho.com


[1] ‘Aqidah fii Dhoil Kitab wa Sunnah – Al Yaum Al Akhir, hal. 226.

[2] Shohihul Jaami’, 7875.

[3] HR. Bukhari no. 7128 dan Muslim no. 171

[4] HR. Abu Daud no. 4320. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih

[5] HR. Ahmad 1/240. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih li ghoirihi

[6] HR. Ahmad 3/79. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini dho’if.

[7] HR. Muslim no. 169.

[8] HR. Muslim no. 2927

Bahagian 3

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Di antara bagian keimanan terhadap hari akhir yang wajib diimani adalah beriman kepada Dajjal. Tentang hal ini Rumaysho.com telah membahas dalam dua tulisan sebelumnya beberapa waktu yang silam. Di tulisan pertama, Rumaysho.com telah tunjukkan bahwa Dajjal benar-benar akan muncul di akhir zaman berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ ulama. Bahasan kedua, diangkat bahasan ciri-ciri Dajjal. Pada bahasan ketiga ini, kami akan membahas aib pada Dajjal dan fitnah (derita) yang akan beliau bawa di akhir zaman. Allahumma yassir wa a’in.

Dajjal yang Penuh Aib, Mustahil Dia adalah Tuhan

Ciri-ciri Dajjal telah diterangkan dalam tulisan sebelumnya. Dari ‘Ubadah bin Ash Shoomit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّى قَدْ حَدَّثْتُكُمْ عَنِ الدَّجَّالِ حَتَّى خَشِيتُ أَنْ لاَ تَعْقِلُوا إِنَّ مَسِيحَ الدَّجَّالِ رَجُلٌ قَصِيرٌ أَفْحَجُ جَعْدٌ أَعْوَرُ مَطْمُوسُ الْعَيْنِ لَيْسَ بِنَاتِئَةٍ وَلاَ جَحْرَاءَ فَإِنْ أُلْبِسَ عَلَيْكُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ

“Sungguh, aku telah menceritakan perihal Dajjal kepada kalian, hingga aku khawatir kalian tidak lagi mampu memahaminya. Sesungguhnya Al Masih Dajjal adalah seorang laki-laki yang pendek, berkaki bengkok, berambut keriting, buta sebelah, matanya tidak terlalu menonjol dan tidak pula terlalu tenggelam. Jika kalian merasa bingung, maka ketahuilah bahwa Rabb kalian tidak buta sebelah.”[1]

Nampak jelas bahwa Dajjal sangat memiliki kekurangan yang besar dan memiliki aib yang tidak bisa ia sembunyikan. Maka sangat mustahil jika Dajjal mengklaim dirinya memiliki rububiyah. Sangat tidak masuk akal jika ia mengaku sebagai tuhan manusia. Tuhan manusia tidak mungkin buta di dunia. Padahal Allah tidaklah buta sebelah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ ، أَلاَ إِنَّ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُمْنَى ، كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ

“Sesungguhnya Allah tidak buta sebelah. Ingatlah bahwa Al Masih Ad Dajjal buta sebelah kanan, seakan matanya seperti buah anggur yang menjorok”[2]

Di antara aib Dajjal yang lainnya adalah kakinya yang cacat, yaitu kakinya yang bengkok (lututnya saling menjauh seperti membentuk huruf “O”).

Penjelasan ini menunjukkan bahwa seandainya Dajjal itu adalah tuhan, maka tentu saja ia bisa menghilangkan aib pada dirinya sendiri. Jika ia tidak bisa menghilangkan aibnya sendiri, ini menunjukkan bahwa ia bukanlah Rabb, namun sekedar makhluk biasa. Keadaan Dajjal yang buta sebelah adalah keadaan yang begitu nampak dan tidak bisa dipungkiri. Aib ini begitu nampak terlihat bagi orang alim atau orang awam sekali pun, sehingga tidak butuh pada dalil logika lainnya.[3]

Berbagai Fitnah Dajjal

(1) Cepat berpindah-pindah di muka bumi.

Diceritakan dalam hadits mengenai kecepatan Dajjal di muka bumi,

كَالْغَيْثِ اسْتَدْبَرَتْهُ الرِّيحُ

“Seperti hujan yang diakhiri angin”[4]

Dajjal akan mengitari seluruh muka bumi kecuali Makkah dan Madinah. Disebutkan dalam hadits,

لَيْسَ مِنْ بَلَدٍ إِلاَّ سَيَطَؤُهُ الدَّجَّالُ ، إِلاَّ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةَ ، لَيْسَ لَهُ مِنْ نِقَابِهَا نَقْبٌ إِلاَّ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ صَافِّينَ ، يَحْرُسُونَهَا ، ثُمَّ تَرْجُفُ الْمَدِينَةُ بِأَهْلِهَا ثَلاَثَ رَجَفَاتٍ ، فَيُخْرِجُ اللَّهُ كُلَّ كَافِرٍ وَمُنَافِقٍ

“Tidak ada suatu negeri pun yang tidak akan dimasuki Dajjal kecuali Makkah dan Madinah, karena tidak ada satu pintu masuk pun dari pintu-pintu gerbangnya kecuali ada para malaikat yang berbaris menjaganya. Kemudian Madinah akan berguncang sebanyak tiga kali sehingga Allah mengeluarkan orang-orang kafir dan munafiq daripadanya”[5]

(2) Fitnah dengan jannah (surga) dan naar (neraka)

Dalam hadits disebutkan,

إِنَّ مَعَهُ مَاءً وَنَارًا فَنَارُهُ مَاءٌ بَارِدٌ وَمَاؤُهُ نَارٌ فَلاَ تَهْلِكُوا

“Sesungguhnya bersamanya ada air dan api, apanya adalah air dingin dan airnya adalah api, karena itu janganlah kalian binasa.”[6]

Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنَا أَعْلَمُ بِمَا مَعَ الدَّجَّالِ مِنْهُ مَعَهُ نَهْرَانِ يَجْرِيَانِ أَحَدُهُمَا رَأْىَ الْعَيْنِ مَاءٌ أَبْيَضُ وَالآخَرُ رَأْىَ الْعَيْنِ نَارٌ تَأَجَّجُ فَإِمَّا أَدْرَكَنَّ أَحَدٌ فَلْيَأْتِ النَّهْرَ الَّذِى يَرَاهُ نَارًا وَلْيُغَمِّضْ ثُمَّ لْيُطَأْطِئْ رَأْسَهُ فَيَشْرَبَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مَاءٌ بَارِدٌ وَإِنَّ الدَّجَّالَ مَمْسُوحُ الْعَيْنِ عَلَيْهَا ظَفَرَةٌ غَلِيظَةٌ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ كَافِرٌ يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ كَاتِبٍ وَغَيْرِ كَاتِبٍ

“Sungguh aku tahu apa yang ada bersama Dajjal, bersamanya ada dua sungai yang mengalir. Salah satunya secara kasat mata berupa air putih dan yang lainnya secara kasat mata berupa api yang bergejolak. Bila ada yang menjumpainya, hendaklah mendatangi surga yang ia lihat berupa api dan hendaklah menutup mata, kemudian hendaklah menundukkan kepala lalu meminumnya karena sesungguhnya itu adalah air dingin.”[7]

(3) Meminta tolong pada syaithon

Tidak diragukan lagi bahwa Dajjal telah berkongsi dengan setan. Sudah amat maklum bahwa setan tidaklah mungkin mengabdi kecuali pada orang yang benar-benar sesat dan mengabdi pada selain Allah. Perhatikan hadits berikut ini,

وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يَقُولَ لأَعْرَابِىٍّ أَرَأَيْتَ إِنْ بَعَثْتُ لَكَ أَبَاكَ وَأُمَّكَ أَتَشْهَدُ أَنِّى رَبُّكَ فَيَقُولُ نَعَمْ. فَيَتَمَثَّلُ لَهُ شَيْطَانَانِ فِى صُورَةِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَقُولاَنِ يَا بُنَىَّ اتَّبِعْهُ فَإِنَّهُ رَبُّكَ.

“Di antara fitnah Dajjal adalah, ia akan berkata kepada seorang Arab, 'Pikirkanlah olehmu, sekiranya aku dapat membangkitkan ayah dan ibumu yang telah mati, apakah kamu akan bersaksi bahwa aku adalah Rabbmu? ' Laki-laki arab tersebut menjawab, 'Ya.' Kemudian muncullah setan yang menjelma di hadapannya dalam bentuk ayah dan ibunya, maka keduanya berkata, 'Wahai anakku, ikutilah ia, sesungguhnya dia adalah Rabbmu.'”[8]

(4) Benda mati dan hewan patuh akan perintah Dajjal

Disebutkan dalam hadits,

فَيَأْتِى عَلَى الْقَوْمِ فَيَدْعُوهُمْ فَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَجِيبُونَ لَهُ فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ فَتُمْطِرُ وَالأَرْضَ فَتُنْبِتُ فَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سَارِحَتُهُمْ أَطْوَلَ مَا كَانَتْ ذُرًا وَأَسْبَغَهُ ضُرُوعًا وَأَمَدَّهُ خَوَاصِرَ ثُمَّ يَأْتِى الْقَوْمَ فَيَدْعُوهُمْ فَيَرُدُّونَ عَلَيْهِ قَوْلَهُ فَيَنْصَرِفُ عَنْهُمْ فَيُصْبِحُونَ مُمْحِلِينَ لَيْسَ بِأَيْدِيهِمْ شَىْءٌ مِنْ أَمْوَالِهِمْ وَيَمُرُّ بِالْخَرِبَةِ فَيَقُولُ لَهَا أَخْرِجِى كُنُوزَكِ. فَتَتْبَعُهُ كُنُوزُهَا كَيَعَاسِيبِ النَّحْلِ

“Ia mendatangi kaum dan menyeru mereka, mereka menerimanya. Ia memerintahkan langit agar menurunkan hujan, lalu langit menurunkan hujan. Ia memerintahkan bumi agar mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, lalu bumi mengeluarkan tumbuh-tumbuhan. Lalu binatang ternak mereka pergi dengan punuk yang panjang, lambung yang lebar dan kantong susu yang berisi lalu kehancuran datang lalu ia berkata padanya: 'Keluarkan harta simpananmu.' Lalu harta simpanannya mengikutinya seperti lebah-lebah jantan.”[9]

(5) Dajjal membunuh seorang pemuda

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbicara panjang lebar tentang Dajjal sebagiannya disebutkan dalam hadits,

يَأْتِى الدَّجَّالُ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْهِ أَنْ يَدْخُلَ نِقَابَ الْمَدِينَةِ ، فَيَنْزِلُ بَعْضَ السِّبَاخِ الَّتِى تَلِى الْمَدِينَةَ ، فَيَخْرُجُ إِلَيْهِ يَوْمَئِذٍ رَجُلٌ وَهْوَ خَيْرُ النَّاسِ أَوْ مِنْ خِيَارِ النَّاسِ ، فَيَقُولُ أَشْهَدُ أَنَّكَ الدَّجَّالُ الَّذِى حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - حَدِيثَهُ ، فَيَقُولُ الدَّجَّالُ أَرَأَيْتُمْ إِنْ قَتَلْتُ هَذَا ثُمَّ أَحْيَيْتُهُ ، هَلْ تَشُكُّونَ فِى الأَمْرِ فَيَقُولُونَ لاَ . فَيَقْتُلُهُ ثُمَّ يُحْيِيهِ فَيَقُولُ وَاللَّهِ مَا كُنْتُ فِيكَ أَشَدَّ بَصِيرَةً مِنِّى الْيَوْمَ . فَيُرِيدُ الدَّجَّالُ أَنْ يَقْتُلَهُ فَلاَ يُسَلَّطُ عَلَيْهِ

“Dajjal datang dan diharamkan masuk jalan Madinah. Lantas ia singgah di lokasi yang tak ada tetumbuhan dekat Madinah. Kemudian ada seseorang yang mendatanginya yang ia adalah sebaik-baik manusia atau di antara manusia terbaik, dia berkata, 'Saya bersaksi bahwa engkau adalah Dajjal yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah ceritakan kepada kami.' Kemudian Dajjal mengatakan, 'Apa pendapat kalian jika aku membunuh orang ini lantas aku menghidupkannya, apakah kalian masih ragu terhadap perkara ini?' Mereka menjawab, 'Tidak'. Maka Dajjal membunuh orang tersebut kemudian menghidupkannya, namun orang tersebut tiba-tiba mengatakan, 'Ketahuilah bahwa hari ini, kewaspadaanku terhadap diriku tidak sebesar kewaspadaanku terhadapmu! ' Lantas Dajjal ingin membunuh orang itu, namun ia tak bisa lagi menguasainya.”[10]

Disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri,

يَخْرُجُ الدَّجَّالُ فَيَتَوَجَّهُ قِبَلَهُ رَجُلٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَتَلْقَاهُ الْمَسَالِحُ مَسَالِحُ الدَّجَّالِ فَيَقُولُونَ لَهُ أَيْنَ تَعْمِدُ فَيَقُولُ أَعْمِدُ إِلَى هَذَا الَّذِى خَرَجَ - قَالَ - فَيَقُولُونَ لَهُ أَوَمَا تُؤْمِنُ بِرَبِّنَا فَيَقُولُ مَا بِرَبِّنَا خَفَاءٌ. فَيَقُولُونَ اقْتُلُوهُ . فَيَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ أَلَيْسَ قَدْ نَهَاكُمْ رَبُّكُمْ أَنْ تَقْتُلُوا أَحَدًا دُونَهُ - قَالَ - فَيَنْطَلِقُونَ بِهِ إِلَى الدَّجَّالِ فَإِذَا رَآهُ الْمُؤْمِنُ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ هَذَا الدَّجَّالُ الَّذِى ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ فَيَأْمُرُ الدَّجَّالُ بِهِ فَيُشَبَّحُ فَيَقُولُ خُذُوهُ وَشُجُّوهُ. فَيُوسَعُ ظَهْرُهُ وَبَطْنُهُ ضَرْبًا - قَالَ - فَيَقُولُ أَوَمَا تُؤْمِنُ بِى قَالَ فَيَقُولُ أَنْتَ الْمَسِيحُ الْكَذَّابُ - قَالَ - فَيُؤْمَرُ بِهِ فَيُؤْشَرُ بِالْمِئْشَارِ مِنْ مَفْرِقِهِ حَتَّى يُفَرَّقَ بَيْنَ رِجْلَيْهِ - قَالَ - ثُمَّ يَمْشِى الدَّجَّالُ بَيْنَ الْقِطْعَتَيْنِ ثُمَّ يَقُولُ لَهُ قُمْ. فَيَسْتَوِى قَائِمًا - قَالَ - ثُمَّ يَقُولُ لَهُ أَتُؤْمِنُ بِى فَيَقُولُ مَا ازْدَدْتُ فِيكَ إِلاَّ بَصِيرَةً - قَالَ - ثُمَّ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ لاَ يَفْعَلُ بَعْدِى بِأَحَدٍ مِنَ النَّاسِ - قَالَ - فَيَأْخُذُهُ الدَّجَّالُ لِيَذْبَحَهُ فَيُجْعَلَ مَا بَيْنَ رَقَبَتِهِ إِلَى تَرْقُوَتِهِ نُحَاسًا فَلاَ يَسْتَطِيعُ إِلَيْهِ سَبِيلاً - قَالَ - فَيَأْخُذُ بِيَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ فَيَقْذِفُ بِهِ فَيَحْسِبُ النَّاسُ أَنَّمَا قَذَفَهُ إِلَى النَّارِ وَإِنَّمَا أُلْقِىَ فِى الْجَنَّةِ ». فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « هَذَا أَعْظَمُ النَّاسِ شَهَادَةً عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Dajjal muncul lalu seseorang dari kalangan kaum mu`minin menuju ke arahnya lalu bala tentara Dajjal yang bersenjata menemuinya, mereka bertanya, 'Kau mau kemana? ' Mu`min itu menjawab, 'Hendak ke orang yang muncul itu.' Mereka bertanya, 'Apa kau tidak beriman ada tuhan kami? ' Mu`min itu menjawab: 'Rabb kami tidaklah samar.' Mereka berkata, 'Bunuh dia.' Lalu mereka saling berkata satu sama lain, 'Bukankah tuhan kita melarang kalian membunuh seorang pun selain dia.' Mereka membawanya menuju Dajjal. Saat orang mu`min melihatnya, ia berkata, 'Wahai sekalian manusia, inilah Dajjal yang disebut oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.' Lalu Dajjal memerintahkan agar dibelah. Ia berkata, 'Ambil dan belahlah dia.' Punggung dan perutnya dipenuhi pukulan lalu Dajjal bertanya, 'Apa kau tidak beriman padaku? ' Mu`min itu menjawab, 'Kau adalah Al Masih pendusta? ' Lalu Dajjal memerintahkannya digergaji dari ujung kepala hingga pertengahan antara kedua kaki. Setelah itu Dajjal berjalan di antara dua potongan tubuh itu lalu berkata, 'Berdirilah!' Tubuh itu pun berdiri. Selanjutnya Dajjal bertanya padanya, 'Apa kau beriman padaku?' Ia menjawab, 'Aku semakin mengetahuimu.' Setelah itu Dajjal berkata, 'Wahai sekalian manusia, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang dilakukan seperti ini setelahku.' Lalu Dajjal mengambilnya untuk disembelih, kemudian antara leher dan tulang selangkanya diberi perak, tapi Dajjal tidak mampu membunuhnya. Kemudian kedua tangan dan kaki orang itu diambil lalu dilemparkan, orang-orang mengiranya dilempari ke neraka, tapi sesungguhnya ia dilemparkan ke surga." Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Dia adalah manusia yang kesaksiannya paling agung di sisi Rabb seluruh alam."[11]

Bahasan tentang Dajjal belumlah usai. Kita masih akan melanjutkan dalam bahasan selanjutnya. Smeoga Allah mudahkan.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.



Prepared at night on 27th Dzulhijjah 1431 H(02/12/2010), in Riyadh, KSA

By: Muhammad Abduh Tuasikal

www.rumaysho.com




[1] HR. Abu Daud no. 4320. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih

[2] HR. Bukhari no. 3439 dan Muslim no. 169.

[3] Lihat penjelasan Dr. Sulaiman Al ‘Asyqor dalam kitab Al Kiyamah Ash Shugro, hal. 237, terbitan Darun Nafais, cetakan keempat, 1411 H.

[4] HR. Muslim no. 2937, dari An Nawas bin Sam’an.

[5] HR. Bukhari no. 1881 dan Muslim no. 2943, dari Anas bin Malik.

[6] HR. Bukhari no. 7130 dan Muslim no. 2934.

[7] HR. Muslim no. 2934

[8] Shahih Al Jaami’ Ash Shogir 6/274.

[9] HR. Muslim no. 2937.

[10] HR. Bukhari no. 7132.

[11] HR. Muslim no. 2938.

Siapakah sebenarnya Ahlul Bait?

www.tips-fb.com

Oleh: Ahmad Hamidin As-Sidawy (almanhaj.or.id)

Di antara bukti keimanan seseorang muslim adalah mencintai ahlul bait Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena mencintai ahlul bait merupakan pilar kesempurnaan iman seorang muslim. Pernyataan cinta kepada ahlul bait Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sekarang tidak hanya datang dari kalangan ahlus Sunnah semata, akan tetapi juga didengungkan oleh beberapa kelompok Ahlul bid’ah seperti Syiah dan yang sealiran dengan mereka, mereka lakukan hal itu dalam rangka mengelabui dan menipu umat Islam sehingga mereka bingung dan tidak mengenal kebejatan dan kebencian mereka terhadap Ahulul bait, khususnya Syiah yang tidak kalah hebatnya dalam mempropagandakan pernyataan cinta mereka kepada ahlul bait sehingga seakan-akan merekalah satu-satunya kelompok yang paling mencintai Ahlul bait.

Untuk menjawab kebingungan umat ini, maka perlu adanya pembahasan tuntas tentang perbedaan Ahlus sunnah dan Ahlul bidah di dalam menempatkan kedudukan Ahlul bait, serta siapakah yang sebenarnya yang benar-benar mencintai Ahlul bait dan siapakah yang justru membenci mereka ?

SIAPAKAH AHLUL BAIT ITU ?
Sebelum kita membahas tentang Ahlul bait secara detail dan yang memusuhi meraka, sepantasnyalah kita mengenal terlebih dahulu siapakah sebenarnya Ahlul bait itu ?

Secara bahasa, kata الأَهْل berasal dari أَهْلاً وَ أُهُوْلاً أَهِلَ - يَأهَلُ = seperti أَهْلُ المْكَاَن berarti menghuni di suatu tempat [1] . أَهْلُ jamaknya adalah أَهْلُوْنَ وَ أَهْلاَتُ وَ أَهَاِلي misal أَهْلُ الإِسْلاَم artinya pemeluk islam, أَهْلُ مَكَّة artinya penduduk Mekah. أَهْلُ الْبَيْت berarti penghuni rumah [2]. Dan أَهْلُ بَيْتِ النَّبي artinya keluarga Nabi yaitu para isrti, anak perempuan Nabi serta kerabatnya yaitu Ali dan istrinya.[3]

Sedangkan menurut istilah, para ulama Ahlus Sunnah telah sepakat tentang Ahlul Bait bahwa mereka adalah keluarga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diharamkan memakan shadaqah [4]. Mereka terdiri dari : keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga Aqil, keluarga Abbas [5], keluarga bani Harist bin Abdul Muthalib, serta para istri beliau dan anak anak mereka.[6]

Memang ada perselisihan, apakah para istri Nabi termasuk Ahlul Bait atau bukan ? Dan yang jelas bahwa arti Ahlu menurut bahasa (etimologi) tidak mengeluarkan para istri nabi untuk masuk ke Ahlul Bait, demikian juga penggunaan kata Ahlu di dalam Al-Qur’an dan hadits tidak mengeluarkan mereka dari lingkup istilah tersebut, yaitu Ahlul Bait.

Allah berfirman :

وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Dan taatlah kalian kepada Allah dan rasulNya,sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan rijs dari kalian wahai ahlul bait dan memberbersihkan kalian sebersih-bersihnya. [Al-ahzab : 33]

Ayat ini menunjukan para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk Ahlul Bait. Jika tidak, maka tak ada faidahnya mereka disebutkan dalam ucapan itu (ayat ini) dan karena semua istri Nabi adalah termasuk Ahlul Bait sesuai dengan nash Al Quran maka mereka mempunyai hak yang sama dengan hak-hak Ahlul Bait yang lain. [7]

Berkata Ibnu Katsir: “Orang yang memahami Al Quran tidak ragu lagi bahwa para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam Ahlul Bait [8]” dan ini merupakan pendapat Imam Al-Qurtuby, Ibnu Hajar, Ibnu Qayim dan yang lainnya. [9]

Ibnu Taimiyah berkata: “Yang benar (dalam masalah ini) bahwa para istri Nabi adalah termasuk Alul Bait. Karena telah ada dalam hadits yang diriwayatkan di shahihaini yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajari lafadz bershalawat kepadanya dengan:

الَلَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ أَزْوَاجِهِ وَ ذُرِّيَتِهِ (صحيح البخارى)

Ya Allah berilah keselamatan atas muhammad dan istri-istrinya serta anak keturunannya. [Diriwayatkan Imam Bukhari]

Demikian juga istri Nabi Ibrahim adalah termasuk keluarganya (Ahlu Baitnya) dan istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Luth juga termasuk keluarganya sebagaimana yang telah di tunjukkan oleh Al Quran. Maka bagaimana istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam [2] bukan termasuk keluarga beliau ? !

Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa keluarga Nabi adalah para pengikutnya dan orang-orang yang bertaqwa dari umatnya, akan tetapi pendapat ini adalah pendapat yang lemah dan telah di bantah oleh Imam Ibnu Qoyyim dengan pernyataan beliau bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyatakan bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang di haramkan shadaqah.

PERBEDAAN AHLUL BAIT DALAM ISTILAH SYAR’I DENGAN VERSI SYIAH ?
etelah kita mengetahui siapa sebenarnya Ahlul Bait itu, perlu kita pahami bahwa istilah Ahlu Bait merupakan istilah syar’i yang dipakai dalam Al Quran maupun As Sunnah dan bukan merupakan istilah bid’ah. Allah berfirman tentang para istri Nabi :

وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Dan taaitlah kalian kepada Allah dan RasulNya, sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan memberbersihkan kamu sebersih-bersihnya. [Al-Ahzab : 33]

Berkata syaikh Abdurrahman As Sa’di : Makna rijs adalah (Ahlul bait di jauhkan) segala macam gangguan, kejelekan dan perbutan keji.[13]

Allah berfirman memerintah para istri Nabi :

وَاذْكُرْنَ مَايُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ ءَايَاتِ اللهِ وَالْحِكْمَةِ

Dan ingatlah apa yang di bacakan di rumahmu dari ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabimu). [Al Ahzab : 34]

Ibnu Katsir berkata: “yaitu kerjakanlah dengan apa yang di turunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Rasulnya berupa Al Quran dan As sunnah di rumah-rumah kalian.

Berkata Qotadah dan yang lainnya “dan ingatlah dengan nikmat yang di khususkan kepada kalian dari sekalian manusia yaitu berupa wahyu yang turun ke rumah-rumah kalian tanpa yang lain. [14]

Dalam sebuah hadis juga di jelaskan :

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قاَلَ قاَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلىالله عليه و سلم يَوْمًا خَطِيْبًا (فَقَالَ): أَذْكُرُكُمُ اللهَ فيِ أَهْلِ بَيْتيِ –ثلاثا- فَقَالَ حُصَيْنُ بْنُ سَبْرَةَ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَْيدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ: إِنَّ نِسَاءَهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حَرُمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قاَلَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ آَلُ عَلِيْ و آَلُ عُقَيْلٍ وَ آلُ الْعَبَاسِ قَالَ أَكُلُّ هَؤُلاَءِ حَرُمَ الصَّدَقَة ؟ قَالَ: نَعَمْ (صحيح مسلم 7/122-123)

Dari Zaid bin Arqom bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam suatu hari berkhutbah: Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul Baitku (sampai tiga kali) maka Husain bin Sibroh (perawi hadits) bertanya kepada Zaid “Siapakah Ahlul Bait beliau wahai Zaid bukankah istri-istri beliau termasuk ahlil baitnya? Zaid menjawab para istri Nabi memang termasuk Ahlul Bait akan tetapi yang di maksud di sini, orang yang di haramkan sedekah setelah wafatnya beliau. Lalu Husain berkata: siapakah mereka beliau menjawab:“Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas ? Husain bertanya kembali Apakah mereka semuanya di haramkan zakat ? Zaid menjawab Ya… [Shahih muslim 7/122-123]

Dari sini jelas penggunaan istilah Ahlul Bait adalah istilah syari dan bermakna istri dan kerabat dekat beliau dari keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas yang merupakan keluarga bani Hasyim

Sedangkan Ahlul Bait menurut orang Syiah hanyalah sahabat Ali, kemudian anaknya, Hasan bin Ali dan putrinya yaitu Fatimah, mereka dengan terang-terangan mengatakan bahwa semua pemimpin kaum muslimin selain Ali dan Hasan adalah thogut walaupun mereka menyeruh kepada kebenaran. Orang Syiah menganggap bahwa Khulafaur rasyidin adalah para perampas kekuasaan Ahlul Bait sehingga mereka mengkafirkan semua Khalifah, bahkan semua pemimpin kaum muslimin [15]. Tidak di ragukan lagi, bahwa mereka telah menyimpang dari Aqidah yang lurus, yaitu Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Maka kita katakan bahwa membatasi Ahlul bait itu hanya terbatas pada Ali, Hasan bin Ali serta Fatimah, yang keduanya adalah anak Sahabat Ali adalah merupakan batasan yang tidak ada sandaran yang benar baik dari Al-Quran maupun As sunnah. Sesungguhnya pembatasan ini adalah merupakan perkara bid’ah yang tidak di kenal oleh ulama salaf sebelumnya.

Anggapan ini sebenarnya hanyalah muncul dari hawa nafsu orang-orang Syiah karena dendam kesumat serta kedengkian mereka terhadap Islam dan Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga orang- orang Syiah sejak zaman sahabat tidak menginginkan kejayaan Islam dam kaum muslimin, dan di kenal sebagai firqoh yang ingin merongrong Islam dan ingin menghancurkannya dengan segala cara dan salah satu cara mereka adalah berlindung dibalik slogan cinta ahli bait Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun secara hakikat sebenarnya merekalah yang membenci dan memusuhi mereka.

SYUBHAT DAN BANTAHANNYA
Syiah Rafidlah menyatakan bahwa bahwa Ali dan keturunannya dari Ahlul Bait adalah orang-orang yang makshum dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنىِّ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتمُ ْبِهِ لَنْ تَضِلُّوْا كِتَابَ اللهِ وَ عِتْرَتيِ أَهْلَ بَيْتيِْ (رواه الترمذى 2/208 والطبراني رقم 2680 والحديث صحيح لشواهده أنظر الصحيحة 4/255 , 1761 وأنظر صحيح الجامع رقم 2748 )

Wahai para manusia! Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian suatu perkara, kalau kalian mengambilnya maka kalian tidak akan tersesat, (yaitu) kitabullah dan itrohku, ahli baitku. [Diriwayatkan Imam Tirmidzi 2/308 dan Thabroni 2680 dan hadis ini shahih dengan Syawahidnya. Lihat As Shahihah 4/355,1761].

Dalam hadis ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggandengkan penyebutan Kitabullah dan Ahlul Bait dengan menggunakan واو عطف sedangkan dalam kaidah ushul fiqh di katakan bahwa fungsi wawu ‘athfi adalah:

اشْتِرَاكُ المْتَعَاطِفَينِ ِفيْ اْلحُكْمِ وَلاَ تُنَافِيْهِ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ

Berserikatnya dua hal yang di gandengkan dalam satu hukum, tidak dapat di tiadakan kecuali dengan dalil.

Hal ini berarti Ahlul Bait sama dengan Kitabullah dalam hal sebagai sumber yang terpelihara. Dan itu menunjukan bahwa mereka adalah orang-orang yang ma’shum.

Maka kita jawab syubhat ini dengan ucapan Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albany. Beliau menjelaskan : “Bahwa yang di maksud Ahlul Bait di sini adalah para ulama, orang-orang shalih serta orang-orang yang berpegang teguh dengan Al Kitab dan As Sunnah dari kalangan mereka (Ahlul Bait). Al-imam Abu Ja’far At Thahawy berkata: “Al-Itroh adalah Ahlul Bait Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu orang yang beragama dan komitmen dalam berpegang teguh dengan perintah Nabi Shallallahu 'laihi wa sallam.

Syaikh Ali Al Qary juga mengucapkan perkataan senada dengan beliau: “Sesungguhnya Ahlul Bait itu pada umumnya adalah orang yang paling mengerti tentang shahibul bait [16] dan yang paling tahu hal ihwalnya. Maka di maksud dengan Ahlul bait di sini adalah Ahlul Ilmi (ulama) di kalangan mereka yang mengerti tentang seluk beluk hidupnya dan orang-orang yang menempuh jalan hidupnya serta orang-orang yang mengetahui hukum dan hikmahnya. Dengan inilah, maka penyebutan Ahlu bait dapat di gandengkan dengan kitabullah, sebagaimana firmannya:

وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ )

Dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. [Al-Jum’ah : 2]
.
Syaikh Al Albany mengatakan : “Dan yang semisalnya adalah firman Allah :

وَاذْكُرْنَ مَايُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ ءَايَاتِ اللهِ وَالْحِكْمَةِ

Dan ingatlah apa yang di bacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu)…… “ [Al-Ahzab : 34]

Maka jelaslah bahwa yang dimaksud Ahlul Bait adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan mereka (Ahlul Bait). Mereka itulah yang dimaksud dengan Ahlul Bait dalam hadis itrah ini. Dan oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikanya salah satu dari tsaqalain (dua hal yang berat) dalam hadis Zaid Bin Arqam (yang telah lalu disebutkan) dan di gandengkan dengan kitabullah.

Yang penting, penyebutan Ahlul Bait bergandengan dengan Kitabullah dalam hadits ini sama seperti penyebutan sunnah Khulafaurrasyidin beriringan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm dalam sabdanya : "Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin setelahku".

Syaikh Ali Al-Qary berkata tentang hadist ini : “Hal tersebut karena mereka tidak beramal kecuali dengan sunahku (Rasul), maka penyebutan sunah ini dinisbatkan kepada mereka baik karena mereka mengamalkan sunnah Rasul atau karena istimbath mereka terhadap sunnah itu" [17]

Dari penjelasan Saikh Al Albany kita dapat mengambil dua kesimpulan yang mendasar yaitu:

1. Bahwa yang di maksud dengan Ahlul bait di sini adalah mereka yang mengerti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi was allam dan perjalanan hidup beliau dan orang-orang yang komitmen di dalam berpegang teguh dengan sunnahnya.

2. Setelah jelas bagi kita siapa yang di maksud dengan Ahlul di sini, maka penyaebutan merela bergandengan dengan penyebutan kitabullah itu kedudukannya seperti penyebutan sunnah khulafaurrosyidin beriringan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm, sedangkan kita mengetahui bahwa bahwa penyebutan sunnah mereka dengan sunnah Rasul adalah karena mereka tidak pernah beramal kecali dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam sehingga penisbatan suannah kepda mereka tidak berarti individu-individu mereka itu ma’shumm.

KESIMPULAN
Di sebutkan oleh Ats-tsa’labi dan Qadhi Iyadh bahwa mereka adalah bany Hasyim secara keseluruhan. Dan yang termasuk dalam kata gori Ahlul bait adalah sebagai berikut:

1. Keluarga Ali yaitu mencakup sahabat Ali sendiri, Fathimah (putrinya) Hasan dan Husain beserta Anak turunnya.
2. Keluarga Aqil Yaitu mencakup Aqil sendiri dan Anaknya yaitu muslim bin Aqil beserta Anak cucunya.
3. Keluarga Ja’far bin Abu Tholib yaitu mencakup Ja’far sendiri berikut anak-anaknya yaitu Abdullah, Aus dan Muhammad.
4. Keluarga Abbas bin Abdul Muttolib yaitu mencakup Abbas sendiri dan sepuluh putranya yaitu Abdullah, Abdurrahman, Qutsam, Al-harits, ma’bad, katsir, Aus, Tamam, dan puteri-puteri beliau juga termasuk di dalamnya.
5. Keluarga Hamzah bin Abdul Muttalib yaitu mencakup Hamzah sendiri dan tiga orang anaknya yaitu Ya’la, ‘Imaroh, dan Umamah
6. Para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm tanpa kecuali.

Inilah pembahasan sekilas tentang Ahlul Bait dan bagaimana sikap salaf terhadap mereka di tambah dengan bantahan-bantahan terhadap subhat yang di lontarkan olah rofidlah.untuk lebih lanjut mengetahui bantahan-bantahan para ulama terhadap subhat-subhat mereka dapat di lihat dalam kitab minhajus sunnah, karya Syaikhul islam taimiyah. Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan iman dan taqwa kepada kita sehinnga kita tetap istiqomah di dalam berpegang kepda manhaj nubuwah sampi akhir hayat kita. AMIN.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Lihat kamus mu’jamul wasit hal : 31.
[2]. Lihat kamus lisanul arab 1/253.
[3]. Lihat kamus muhit : 1245
[4} Sebagaimana di riwayatkan oleh imam muslim dari zaid bin arqom ketika hushain bin sibrah bertanya kepadanya tentang Ahlul bait Nabi Shalal (lihat shahih muslim 7/122-223)
[5]. Lihat kitab taqrib baina Ahlus sunnah was syiah oleh Dr. Nashir bin Abdillah bin Ali Al-qafary 1/102 dan syarah Aqidah washitiyah oleh kholid bin Abdillah Al- muslikh hal. 189.Majmu’ fatawa 28/492
[6]. Lihat minhajus sunnah An-nabawiyah 7/395
[7]. Lihat majmu fatawa 17/506.
[8]. Lihat tafsir Al Qur ‘an Al-Adzim 3/506
[9]. Seperti di nukil oleh Dr. nashir bin Abdillah bin Ali Al-qofari dalam kitabnya masalatu taqrib bainas sunnah wa syiah.1/ 103-105.
[10] Lihat syarah fathhul bari 6/408
[11],Lihat Syarah Aqidah wasyityah oleh syeikh kholid bin Abdillah Al-muslikh hal : 190.
[12]. Lihat jala’ Al-afham hal : 126
[13]. Lihat tafsir karimir rahman .2/916
[14]. Lihat tafsir Al Quran Al-Adzim 3/635.
[15]. Lihat Ushul madhab Syiah karya Dr. nahir bin Abdillah bin Ali Al-qafary : 1/735-758
[16]. Yang di maksud adalah Rasulullah Shallallahu amji.
[17]. Lihat silsilah Al-ahadist As shahihah 4/360-361.
[18]. Lihat fathul bari (7/98)
[19]. Lihat minhajus sunnah An-nabawiyah hal : 7/76.

Bolehkah berkahwin dengan non-muslim?

www.tips-fb.com

Oleh: Ustadz Kholid Syamhudi (almanhaj.or.id)

Pernikahan dalam Islam bertujuan untuk membangun keluarga dalam naungan cinta. Keluarga adalah bagian kecil dari masyarakat yang harus disiapkan untuk membentuk masyarakat yang baik. Karena itulah Islam memberikan perhatian dalam mewujudkan faktor pendukung terciptanya hal ini. Bentuk perhatian ini dapat terlihat dari hukum syariat yang ditetapkan dalam membangun keluarga, nasehat, anjuran serta bimbingan dalam mewujudkan kehidupan yang baik.

Percampuran kaum muslimin dengan kafir dewasa ini adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan, karena kepentingan di antara mereka sangat berkait akibat adanya pergaulan bebas. Tentunya hal ini dapat mengakibatkan munculnya hubungan yang terus menerus dan saling mempengaruhi di antara mereka.

Berkait dengan intraksi antar umat beragama, Islam memiliki aturan yang sempurna. Aturan ini dapat menjaga keselamatan aqidah dan kepribadian umatnya, secara umum ataupun individu. Peraturan ini harus diterapkan oleh kaum muslimin demi menyelamatkan diri dan lingkungan dari kerusakan dan kesengsaraan.

Penerapan aturan ini menjadi semakin penting seiring dengan sedikitnya kaum muslimin yang mengerti syari’at serta gencarnya propaganda pluralisme yang mengusung pemikiran bahwa semua agama itu sama. Jika tidak diterapkan, lambat laun aqidah al-Walâ’(setia kepada kaum muslimin) wal Barâ (membenci orang-orangkafir) yang merupakan salah satu pokok aqidah Islam, akan terkikis habis.

Di antara fenomena yang menunjukkan aqidah al-Walâ’ dan al Barâ ini mulai luntur dari hati sebagian kaum muslimin dan perlu mendapatkan perhatian yaitu berlangsungnya pernikahan antara seorang wanita muslimah dengan non muslim (baca kafir) di masyarakat kita. Peristiwa tragis ini terjadi, mungkin karena ketidak tahuan si pelaku terhadap ajaran Islam tentang masalah ini atau ada yang sengaja mengaburkan ajaran Islam demi memuluskan penyebaran pemikiran pluralismenya. Oleh karena itu, aturan Islam tentang masalah ini perlu dijelaskan.

SIAPAKAH ORANG KAFIR ITU?
Orang kafir dalam syariat Islam adalah sebutan untuk umat non muslim yang terdiri dari kaum musyrikin dan ahli kitab, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنفَكِّينَ حَتَّىٰ تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. [al-Bayyinah/ 98:1]

Oleh karena itu, saat membicarakan hukum pernikahan dengan orang kafir berarti mencakup hukum pernikahan dengan kaum musyrikin dan pernikahan dengan ahli kitab.

MENIKAHI WANITA MUSYRIK
Seorang muslim dilarang menikahi wanita musyrik baik merdeka maupun budak. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Dan sungguh wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. [al-Baqarah/2:221][1]

Hal ini juga ditegaskan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ

Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir [al-Mumtanah/ 60:10]

Sehingga setelah Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat ini Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu 'anhu menceraikan dua istri beliau Radhiyallahu 'anhu yang dinikahinya ketika masih musyrik.[2]

Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan: Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa wanita dan sembelihan semua orang kafir selain ahli kitab seperti orang yang menyembah patung, batu, pohon dan hewan yang mereka anggap baik, haram (bagi kaum muslimin).[3]

MENIKAHKAN WANITA MUSLIMAH DENGAN ORANG KAFIR
Kaum muslimin dilarang menikahkan wanita muslimah dengan semua orang kafir baik orang Yahudi, Nashrani, penyembah berhala (paganis) atau lainnya. Karena mereka tidak diperbolehkan menikahi wanita muslimah walaupun muslimah tersebut seorang fasiq. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang-orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. [al-Baqarah/2:221]

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah menyatakan : Maknanya adalah janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min-red) hingga mereka beriman. [4]

Hal ini juga dipertegas dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka. [al-Mumtahanah/60:10]

Syaikh Muhammad al-Amîn asy-Syinqithi rahimahullah menyatakan : “Ayat ini berisi pengharaman kaum mukminat bagi orang-orang kafir.” [5]

Dalam ayat yang mulia ini Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang untuk mempertahankan status pernikahan kaum mukminat dengan orang kafir. Bila status pernikahan yang sudah terjadi saja harus diputus, maka tentu lebih tidak boleh lagi bila memulai pernikahan baru.

Sedangkan secara logika tentang pelarangan ini, syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn menyatakan : “Adapun dalil nazhari (dalil akal), karena tidak mungkin seorang muslimah itu akan menjadi baik di bawah kekuasaan suami yang kafir padahal suami adalah sayyid (pemimpin), sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَاسْتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِن دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ

Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya menjumpai suami (sayyid) wanita itu di depan pintu. [Yusuf/12:25]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :

اتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّهُنَّ عَوَانٌ عَلَيْكُمْ

Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita, karena mereka adalah tawanan kalian.[6]

MENIKAHI WANITA AHLI KITAB
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melarang seorang muslim menikahi wanita musyrik secara umum dalam surat al-Baqarah ayat 221 di atas, namun Allah Azza wa Jalla mengecualikan larangan menikahi wanita ahli kitab dalam firman-Nya:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikanAl-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan dari kalangan kaum mukminat dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikan gundik-gundik. [al-Mâidah/5:5]

Imam Abu Ja’far ath-Thabari rahimahullah menyatakan: “Pendapat yang paling rajih tentang tafsir ayat (221 dari al-Baqarah –pen-) adalah pendapat Qatâdah rahimahullah yang menyatakan bahwa yang dimaksudkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya:

وَلَا تَنكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ

(Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman) adalah wanita musyrik selain ahli kitab. Secara zhahir ayat ini bersifat umum. namun kandungannya bersifat khusus, tidak ada yang dimansukh (dihapus) sama sekali. Dan wanita ahli kitab tidak termasuk didalam ayat di atas, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala menghalalkan bagi kaum muslimin untuk menikahi wanita-wanita yang menjaga kehormatan dari ahli kitab dengan firman-Nya:

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ

(dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu,) sebagaimana Allah Azza wa Jalla menghalalkan wanita-wanita mukminat yang menjaga kehormatan. [7]

Dengan dasar ayat ini para ulama membolehkan seorang muslim menikahi wanita ahli kitab yang merdeka. Imam Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan : “Tidak ada perselisihan di antara para ulama tentang kehalalan wanita merdeka ahli kitab. Di antara yang diriwayatkan (menikahi mereka) adalah Umar bin al-Khathab Radhiyallahu 'anhu, Utsmân Radhiyallahu 'anhu [8], Thalhah Radhiyallahu 'anhu, Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu [9], Salmân Radhiyallahu 'anhu, Jâbir Radhiyallahu 'anhu [10] dan yang lainnya.

Ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan: Tidak ada riwayat shahih dari seorangpun ulama generasi pertama yang mengharamkan wanita ahli kitab yang merdeka. [11]

MENGAPA WANITAMUSLIMAH DILARANG MENIKAH DENGAN ORANG KAFIR SEDANGKAN LELAKI MUSLIM DIPERBOLEHKAN MENIKAHI WANITA KAFIR AHLI KITAB?
Pertanyaan ini dijawab dari dua sisi :
1. Islam itu tinggi dan tidak boleh direndahkan. Kepemimpinan dalam rumah tangga ada pada suami karena statusnya sebagai seorang lelaki walaupun setara dalam akad. Sebab kesetaraan tidak dapat menghilangkan perbedaan yang ada, sebagaimana dalam perbudakan. Apabila seorang lelaki memiliki budak wanita maka ia boleh menggaulinya dengan sebab perbudakan tersebut. Sedangkan wanita apabila memiliki budak lelaki maka tidak boleh berhubungan intim dengannya. Ditambah juga karena kepemimpinan lelaki atas wanita dan anak-anaknya padahal ia kafir tentunya agama sang wanita dan anak-anaknya tidak selamat dari pengaruhnya.

2. Islam itu sempurna sementara yang lain tidak. Maka dibangun di atas hal ini perkara sosial yang memiliki hubungan erat dalam tatanan rumah tangga. Seorang muslim apabila menikahi wanita ahli kitab maka ia beriman kepada kitab suci dan rasul wanita tersebut. Sehingga sang suami akan tinggal bersama istrinya ini dengan didasari penghormatan kepada agama sang istri secara garis besar. Lalu terjadilah di sana kesempatan untuk saling memahami dan bisa jadi mengantar wanita tersebut masuk Islam dengan konsekwensi kandungan kitab sucinya. Adapun bila seorang kafir ahli kitab menikahi wanita muslimah, ia tetap tidak beriman kepada agama wanita tersebut. Sehingga ia tidak menghormati prinsip dan agama istrinya. Dan tidak ada kesempartan untuk saling memahami pada perkara yang ia sendiri tidak mengimaninya. Karena itulah pernikahan ini dilarang.[12]

SIAPAKAH WANITA AHLI KITAB YANG DIMAKSUD?
Mayoritas ulama menafsirkan kata al-Muhshanât dalam ayat ini dengan wanita yang menjaga kehormatannya dan dengan dasar ini sebagian ulama membolehkan pernikahan wanita ahli kitab yang menjaga kehormatannya baik merdeka ataupun budak.

Sedangkan yang dimaksud dengan ahli kitab di sini adalah orang Yahudi dan Nashrani (Kristen).

Namun yang perlu diingat di sini seorang muslim yang ingin menikahi wanita ahli kitab karena keadaan tertentu haruslah memiliki aqidah yang kokoh, mengerti hukum-hukum syari’at dan komitmen mengamalkan dan mematuhi hokum dan syiar Islam. Perlu diingat bahwa menikahi wanita ahli kitab mengandung banyak resiko terhadap aqidah sang lelaki ataupun nantinya berpengaruh pada agama anak keturunannya. Kenyataannya sudah jelas dan banyak terjadi, berapa banyak keluarga yang hancur agamanya dengan sebab ibunya seorang ahli kitab. Oleh karena itu sebaiknya ingat kembali kepada sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Wanita dinikahi karena empat perkara: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya, maka ambillah yang memiliki agama (baik), kamu akan beruntung. [HR al-Bukhari].

Nikahilah wanita muslimah yang taat beragama! Itu lebih baik bagi anda.
Wabilahi taufiq.

Referensi:
1. Syarhu al-Mumti’ ‘Ala Zâd al-Mustaqni’ karya syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn
2. Al-Mughni karya Ibnu Qudâmah
3. Jâmi’ ahkâm an-Nisâ` karya syaikh Musthafa al-’Adawi
4. Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri karya Ibnu Hajar al-‘Asqalâni.


[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XII/1430H/2009M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Lihat Syarhu al-Mumti’ 12/146
[2]. Lihat kisahnya diriwayatkan dalam Shahîh al-Bukhâri –lihat Fath al-Bâri 5/322
[3]. Lihat al-Mughnî 9/548
[4]. Syarhu al-Mumti’ 12/145
[5]. Adhwâ’ al-Bayân 8/163
[6]. Syarhu al-Mumti’ 12/145. Hadits yang beliau sampaikan ini ada dalam sunan at-Tirmidzi dengan lafazh :


أَلَا وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ

Ketahuilah berbuat baiklah pada wanita karena mereka adalah tawanan disisi kalian. [HR at-Tirmidzi no. 1163 dan beliau berkata : Hadits hasan shohih. Juga diriwayatkan ibnu Majah no. 1851]

[7]. Lihat jâmi’ Ahkâm an-Nisâ` 3/118
[8]. Diriwayatkan al-Baihaqi dengan sanad dha’îf sebagaimana disampaikan syaikh Musthafa al-‘Adawi dalam Jâmi’ Ahkâm an-Nisâ` 3/123
[9]. Diriwayatkan Sa’id bin Manshûr dan dinilai shahih oleh syaikh Musthafa al-‘Adawi dalam Jâmi’ Ahkâm an-Nisâ` 3/122
[10]. Diriwayatkan imam asy-Syâfi’i dalam al-Umm dan dinyatakan syaikh Musthafa al-‘Adawi : Para perawinya tsiqah. (lihat Jâmi’ Ahkâm an-Nisâ` 3/122
[11]. Al-Mughni 9/545
[12]. Diambil dari Jâmi’ Ahkâm an-Nisâ` 3/120 dengan sedikit perubahan.

Bolehkah melanggar Ijma'?

www.tips-fb.com

Oleh: Al-Ustadz Abdul-Hakim bin Amir Abdat

MUKADDIMAH
Ijma' merupakan dasar hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur`ân dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Diantara dalilnya yaitu firman Allah Azza wa Jalla :

وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.[an-Nisâ`/4:115].

Berdasarkan ayat yang mulia ini, para ulama, semisal Imam asy-Syafi’i beristimbath (berkesimpulan) tentang adanya Ijma' dalam Islam. Karena dalam ayat ini Allah kAzza wa Jalla menyebutkan "barang siapa yang menentang Rasul" setelah hidayah datang kepadanya dan dia tidak mengikuti jalan kaum mukminin. Allah Azza wa Jalla tidak hanya mengatakan barang siapa yang menentang Rasulullah setelah hidayah datang kepadanya. Disamping, dia menentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia juga tidak mengikuti jalan kaum mukminin. Berdasarkan ini, maka kalimat :

سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ

menunjukkan adanya Ijma'.

Sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam asy-Syafi’i dan para imam lainnya, juga para ulama bahwa maksud kata "al-mu`minin" dalam ayat di atas ialah para sahabat. Oleh karena itu, Ijma' secara keseluruhan yang mungkin terjadi menurut para ulama’ adalah Ijma' sahabat.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam risalah beliau al-'Aqidah al-Wasithiyah menjelaskan: “Ijma' merupakan dasar ketiga yang dijadikan sebagai sandaran dalam masalah ilmu dan agama. Dengan tiga dasar inilah (yaitu, Al-Qur`ân, as-Sunnah, dan Ijma'-red), ahlussunnah menimbang (mengukur) semua yang bersumber dari manusia, berupa perkataan dan perbuatan, lahir dan bathin, yang berkait dengan agama."

Pernyataan “Ijma' secara keseluruhan hanya mungkin terjadi pada masa sahabat”, bukan berarti setelah mereka tidak ada Ijma'. Akan tetapi, Ijma' para sahabat lebih mungkin terjadi, karena mereka belum tersebar ke berbagai kota serta belum banyak orang ‘ajam (non Arab) yang masuk Islam, juga belum ada firqah-firqah dalam Islam.

Sebagaimana Ijma' terjadi pada masa sahabat, juga Ijma' terwujud pada masa setelah masa sahabat. Ijma' mereka ini terjadi dalam berbagai permasalahan. Oleh karena itu, para ulama telah menulis beberapa kitab mengenai Ijma' ini. Seperti Imam Ibnul-Mundzir rahimahullah dengan kitabnya yang terkenal, yaitu Kitab al-Ijmâ. Manhaj` beliau rahimahullah sama dengan manhaj Ibnu Jarir ath-Thabari dalam mendefinisikan al-Ijma'.

Kemudian al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah yang menulis tentang Maraâtibul-Ijma' dan menjelaskan apa-apa yang telah disepakati oleh para ulama dari kalangan para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in dan seterusnya.

Singkat kata, seluruh ulama sepakat tentang adanya Ijma' dalam Islam. Ini bagian pertama yang harus kita ketahui.

Kemudian yang kedua : Yang mereka jadikan dasar yang utama adalah Ijma' para sahabat, kemudian Ketiga, Ijma' para ulama. Yaitu kesepakatan mereka dalam suatu hal. Dan terkadang mereka berbeda pendapat, apakah sudah terjadi Ijma' ataukah belum ?

Ijma' juga dapat terjadi dalam disiplin ilmu tertentu. Misalnya, para muhadditsin memiliki Ijma' bahwa hadits

اخْتِلاَفُ أُمَّتِيْ رَحْمَةٌ

adalah hadits yang tidak memiliki sanad sama sekali.

Ini merupakan Ijma' (kesepakatan) para muhadditsin (ulama ahli hadits). Mereka telah meneliti hadits terebut, namun tidak menemukan sanadnya.

Begitu juga kesepakatan mereka bahwa hadits maudhu` (palsu), dha’îfun Jiddan (sangat lemah), mungkar, tidak boleh dijadikan hujjah (landasan) secara mutlak, termasuk dalam fadhâ`il-a’mâl, targhib (janji) dan tarhîb (ancaman). Ini Ijma' mereka. Mereka hanya berselisih terkait hadits yang lemah namun tidak terlalu parah, bisakah dijadikan hujjah? Sebagian ulama mutâkhirin, seperti Imam Nawâwi, al- Hâfizh dan Imam Suyûthi, mengatakan boleh hanya untuk fadhâ`il-a’mâl saja, tidak untuk hukum, 'aqîdah dan tafsir Al-Qur`ân.

Ijmâ' para ulama hadits ini, telah dilanggar oleh sebagian orang, atau kebanyakan orang di negeri kita ini, bahkan oleh orang yang tergolong terpelajar yang tidak mengindahkan Ijmâ' para muhadditsîn. Buktinya, mereka sering membawakan hadits:

اخْتِلاَفُ أُمَّتِيْ رَحْمَةٌ

Atau membawakan hadits-hadits palsu, atau yang sangat lemah untuk fadhâ`il-a’mâl. Mereka beralasan, hal ini boleh. Padahal para ulama telah mengisyaratkan, hadits-hadits yang bisa dijadikan hujjah dalam fadhâ`il-a’mâl itu tidak terlalu lemah atau bukan hadits maudhû`. Bahkan saya pernah bertemu dengan salah seorang pelajar dari salah satu perguruan tinggi di negeri kita ini dan berdialog tentang permasalahan hadits yang boleh dipakai sebagai hujjah atau dibawakan. Kesimpulannya bahwa mereka tidak mengerti atau tidak mengetahui Ijma’ para ulama. Yaitu kesepakatan mereka bahwa hadits-hadits maudhu` dan sangat lemah tidak boleh dijadikan hujjah dalam fadhâilul-a’mâl. Ini salah satu contoh Ijma' para muhadditsîn.

Contoh lain,menurut para ahli bahasa Arab terdahulu telah Ijma' bahwa makna istiwa` yang terdapat dalam banyak firman Allah Azza wa Jalla, di antaranya :

اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ

Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy,…. [ar Ra’d/ 13:2].

Adalah secara hakiki sebagaimana yang Allah Azza wa Jalla firmankan. Istiwâ’ adalah istiwâ’ (bersemayam) yang telah diketahui maknanya sebagaimana dikatakan oleh Imam Mâlik. Istiwâ` tidak bisa dimaknai dengan istaula (menguasai). Salah seorang ahli bahasa Arab, yaitu Imam Ibnul-A’rabi rahimahullah pernah ditanya tentang makna :

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ

Beliau menjawab, sebagaimana yang Allah Azza wa Jalla firmankan, istiwa` yaitu bersemayam di atas Arsy-Nya secara hakiki. Lalu orang itu menyanggah dengan mengatakan bahwa maknanya adalah istaula. Maka Imam Ibnul-A’râbi menjawab: “Diamlah engkau! Karena makna istaula adalah dua yang berlawanan lalu salah satunya mengalahkan yang lain. Demikian, makna dialog antara Ibnul-A’râbi yang dinukil oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Ijtimâ`ul Juyûsyil Islâmiyah, yaitu Ijma' para ahli bahasa Arab terdahulu tentang makna istiwa`.

Muhammad bin an-Nadhr menceritakan: "Saya pernah mendengar Ibnul-A’râbi sang ahli bahasa mengatakan, Ibnu Abi Du'ad ingin agar saya mencarikannya pada sebagian bahasa Arab dan makna bahasa Arab bahwa ada istawa` yang bermakna istaula. Maka saya katakan kepadanya, demi Allah, ini tidak ada dan saya tidak akan mendapatkannya”. – dinukil dari kitab Ijtimâ`ul Juyûsyil Islâmiyah.

Tidak pernah dikenal dalam bahasa arab bahwa istiwa’ maknanya istaula (menguasai). Sebagaimana perkataan Jahmiyah, Mu’tazilah, Asy’ariyyah dan Maturudiyah dan orang-orang yang mengikuti mereka. Nah, banyak sekali contoh-contoh Ijma' yang telah disalahi oleh kaum muslimin. Khususnya para pemimpin agama, lebih khusus lagi di negeri kita ini.

Saya akan memberikan contoh lain.
Pertama : Bahwa para sahabat telah Ijma' dan mereka tidak pernah berselisih dalam menetapkan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla yang Allah Azza wa Jalla telah sebutkan dalam Al-Qur`ân dan disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak ada di antara mereka yang bermadzhab dengan madzhab tahrîf (merubah makna yang hak kepada makna yang bathil). Contoh, kalimat "wajah" dalam firman Allah Azza wa Jalla :

وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Dan tetap kekal wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. [ar-Rahmân/55:27].

Kata "wajah" dalam ayat di atas ditafsirkan dengan dzat. Sebuah penakwilan bathil yang pada hakikatnya adalah tahrîf (merubah), jika "wajah" diartikan dengan Dzat Allah. Para sahabat menetapkan wajah adalah wajah. Demikian juga dengan tangan, nuzulnya Allah Azza wa Jalla pada setiap sepertiga malam yang terakhir, sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits shahîh, muttafaq 'alaih. [1]

Allah Azza wa Jalla "bersemayam", maksudnya bersemayam secara hakiki sesuai dengan keagungan dan dzat-Nya. Para sahabat, orang Arab asli mengetahui makna ini dan tidak merubah. Tetapi ahli bid’ah, dari dulu dan sekarang telah merubah makna yang haq ini ke yang bathil.

Kita sedang berbicara mengenai kaum muslimin di negeri kita, khususnya para tokoh agama yang mengikuti tahrîf yang dilakukan oleh Jahmiyah dan Mu’tazilah. Contoh, salah seorang tokoh agama, Sirajuddin Abbas menulis buku I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah. Buku ini sangat terkenal dan belasan kali dicetak ulang dan beredar di Indonesia, Malaysia, dan sekitarnya. Penulis buku ini telah merubah sifat-sifat Allah Azza wa Jalla, seperti tangan diartikan dengan kekuasaan; wajhu diartikan dengan dzat; Turun diartikan dengan turunnya rahmat Allah k dan seterusnya. Tindakan ini jelas menyalahi Ijma' para sahabat.

Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah dalam kitabnya, I’lâmul-Muwaqqi’in, pada awal-awal jilid pertama menjelaskan, para sahabat tidak pernah berselisih (sepakat) dalam menetapkan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla. Maka para ustadz dan kiai yang melakukan tahrif saat menjelaskan nama dan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla seperti ini, berarti telah mengikuti Mu’tazilah, Jahmiyah, dan yang sepaham seperti kaum Asy’ariyah dan Maturidiyyah.

Di pesantren-pesantren atau di sekolah-sekolah diajarkan bahwa sifat Allah Azza wa Jalla itu ada dua puluh, padahal sifat dan nama Allah Azza wa Jalla itu sangat banyak, tidak terbatas, hanya Allah Azza wa Jalla yang mengetahuinya. Bahkan mereka membantah orang-orang yang mengikuti Al-Qur`ân dan hadits shahîh dan Ijma' para sahabat dalam menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla serta menyematkan gelar pada mereka sebagai mujasssimah (orang-orang yang menjisimkan Allah Azza wa Jalla) atau musyabbihah (orang-orang yang menyerupakan Allah Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya). Ucapan ini dikatakan langsung oleh Sirajudin Abbas dalam bukunya di atas .

Permasalahan ini merupakan permasalahan yang sangat besar, karena pembicaraan mengenai nama-nama dan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla merupakan bagian dari mentauhidkan Allah Azza wa Jalla. Kebanyakan kaum muslimin di Indonesia beraqidah seperti yang disampaikan oleh Sirajuddin Abbas, dan sedikit di antara mereka yang mengikuti Ijma' para sahabat.

Apa yang mereka ajarkan, baik secara lisan maupun tulisan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla kebanyakan menyalahi Ijma' para sahabat. Perhatikanlah! Bagaimana mereka telah melakukan tahrîf dalam masalah nama-nama dan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla ?! Dan pembawa benderanya adalah Sirajuddin Abbas dalam tulisan-tulisannya. Kemudian diikuti oleh para tokoh agama, kiai dan ustadz.

Mereka menyandarkan hal ini kepada madzhab Asya’irah. Madzhab Asya’irah bukan Abul-Hasan al-Asy’ari, karena beliau rahimahullah telah meninggalkan madzhab ini. Sebagaimana beliau rahimahullah jelaskan dalam al-Ibânah fi Ushulid-Diyanah. Namun anehnya, orang-orang Asy'ariyyah (para pengikut Imam Abul-Hasan al-Asy’ari) tidak mengindahkan dan tidak memperdulikan kitab ini.

Abul Hasan al Asy' ari rahimahullah dalam kitab al Ibaanah, dengan tegas mengatakan bahwa beliau rahimahullah mengikuti madzhab Salaf secara keseluruhan, terlepas dari beberapa kritikan dari sejumlah ulama terhadap beberapa point dalam kitab ini.

Sebenarnya Asy’ariyah sekarang ini, mereka mengikuti madzhab Ibnu Kullaab yang mengambil sebagiannya dari Mu’tazilah dan Jahmiyyah.

Kita tahu bahwa Abul-Hasan rahimahullah mengalami tiga fase.
Fase pertama, beliau berada di Mu`tazilah. Kemudian fase Kedua, beliau t meninggalkan Mu`tazilah dan mengikuti Ibnu Kullâb yang banyak menakwil sifat-sifat Allah k .
Perlu diketahui, Ibnu Kullâb adalah madzhab yang berdiri sendiri. Pada zaman dahulu, sebelum Abul Hasan al-Asy’ari, bahkan sebelum Ibnu Kullab, dalam masalah nama-nama dan sifat-sifat Allah k ada dua madzhab. Yaitu madzhab Salaf dan madzhab Jahmiyah, Mu`tazilah. Kemudian muncullah madzhab Ibnu Kulaab yang ingin memadukan antara madzhab Salaf dan Jahmiyah, tapi pengaruh Mu`tazilah dan Jahmiyah masih melekat, meskipun mereka menetapkan sebagian sifat dan nama Allah k .
Imam Abul-Hasan al-Asy’ari t meninggalkan Mu`tazilah menuju madzhab Ibnu Kulâb. Madzhab Ibnu Kullâb inilah yang diikuti oleh orang-orang Asy’ariyyah saat ini. Mereka tidak tahu bahwa Abul- Hasan al-Asy’ari telah meninggalkannya dan masuk ke fase ketiga di akhir hidupnya yaitu mengikuti madzhab salaf dan menulis kitab al- Ibânah. Ini menurut sebagian ulama.
Contoh lain, para sahabat telah berijma' bahwa setelah Rasulullah n wafat, tidak ada lagi yang meminta-minta kepada Rasulullah n , mendatangi kuburan beliau n , memohon kepada Allah melalui perantara beliau, padahal para sahabat g mengalami masa-masa krisis. Tidak ada seorangpun yang mendatangi kubur beliau n untuk meminta agar beliau n berdoa kepada Allah k untuk mereka.
Imam Bukhaari mencatat sebuah hadits yang sangat agung menjelaskan tentang Ijma' mereka ini dan tentang kemurnian aqidah mereka. Juga menceritakan bahwa 'Umar bin Khaththaab z bertawassul dengan 'Abbaas bin 'Abdul-Muthalib ketika terjadi musim kemarau, lalu 'Umar berdoa:

اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ

"Ya, Allah! Dahulu kami bertawassul dengan Nabi kami kepada-Mu lalu Engkau menurunkan hujan bagi kami. Dan sekarang kami bertawassul kepada-Mu dengan paman Nabi kami maka berilah kami hujan”. Anas bin Malik berkata: "Lalu mereka diberi hujan".

Ini sebuah hadits shahih. Kita dapati 'Umar bin Khaththab z , seorang khalifah bersama para sahabat sedang mengalami kesusahan karena kemarau yang berkepanjangan. Mereka tidak mendatangi kuburan Nabi n untuk memohon langsung kepada beliau n , atau menjadikan beliau sebagai wasilah, padahal jaraknya hanya beberapa langkah saja. Mereka sepakat minta kepada 'Abbas z , paman Nabi n untuk berdoa agar Allah k menurunkan hujan buat mereka.
Coba, kita perhatikan perkataan Umar z : “Dahulu kami bertawassul dengan Nabi kami kepada-Mu”. Maksudnya, dahulu semasa beliau n masih hidup. Setalah beliau n wafat, mereka sepakat tidak bertawassul dengan beliau n , karena Rasulullah n telah melarang mereka menjadikan kuburan beliau n sebagai tempat perayaan:

لَا تَتَّخِذُوْا قَبْرِي عِيدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat perayaan dan bershalawatlah kepadaku. Sesungguhnya shalawat kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada. (HSR Abu Dâwud)

Ijma' ini dilanggar oleh banyak tokoh-tokoh agama di negeri kita ini. Bahkan ada di antara mereka yang menganjurkan untuk memohon kepada Allah k lewat perantara orang-orang yang sudah mati, bahkan memohon langsung kepada yang sudah mati.
Saya ambil contoh lagi, Sirajuddin 'Abbas dengan tegas dalam bukunya menganjurkan untuk mendatangi kuburan Nabi, bertawassul dengannya dalam memohon kepada Allah k , bahkan mendatangi Syaikh 'Abdul-Qadir al-Jailani dan lain-lain. Dan menurut mereka, inilah berdoa dengan tawassul. Lagi-lagi, mereka merubah makna tawassul yang hakiki dengan makna yang bid’ah dan syirik. Padahal para sahabat telah Ijma' pada zaman mereka, tidak meminta kepada yang telah mati, bagaimanapun tinggi kedudukannya, termasuk kepada Nabi n .
Oleh karena Ahlus-Sunnah membolehkan ziarah kubur kaum muslimin, juga kubur Nabi n , tetapi para sahabat juga telah Ijma' tidak boleh mengadakan safar untuk ziarah kubur meskipun kubur yang akan diziarahi itu kuburan Nabi n . Kemudian Ijma' mereka ini diikuti oleh tabi’in, tabi’ tabi’in sampai imam yang empat, yaitu Imam Mâlik, Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad, karena Nabi n telah melarang :

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ ي وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

Kemudian contoh ketiga, yaitu di antara Ijma' sahabat yang banyak dilancangi di negeri kita ini oleh sebagian kaum muslimin yaitu selamatan kematian yang dikenal dengan istilah tahlilan. Padahal Jarir bin 'Abdillah dengan tegas mengatakan dalam atsar yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dan saya (Ustadz Abdul-Hakim bin Amir Abdat, Red.) jelaskan takhrîj atsar ini dalam buku saya tentang hukum tahlilan menurut empat madzhab:

كُنَّا نَرَى الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ مِنْ النِّيَاحَةِ

Kami menganggap berkumpul-kumpul di tempat keluarga mayit dan membuat makanan (setelah pemakaman) termasuk meratap.

Ini Ijma' para sahabat. Selamatan kematian di negeri kita ini, baik selamatan hari pertama, ketiga, ketujuh, hari keseratus bahkan keseribu, adalah bid’ah munkarah yang menyalahi Ijma' para sahabat. Tapi kita lihat tokoh-tokoh mereka membela bid’ah yang terang-terangan menyalahi Ijma' para sahabat. Dengan lisan dan tulisan, tidak sedikit di antara mereka yang menulis bahwa selametan kematian itu ada dalam Islam. Itu beberapa contoh penyimpangan sebagian kaum muslimin terhadap Ijma' para sahabat g .
Demikianlah, beberapa contoh Ijma' yang dilancangi oleh sebagian kaum muslimin.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XII/1430H/2009M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
______________________________________
Footnote
Hadits yang dimaksudkan adalah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَضَى شَطْرُ اللَّيْلِ أَوْ ثُلُثَاهُ يَنْزِلُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ هَلْ مِنْ سَائِلٍ يُعْطَى هَلْ مِنْ دَاعٍ يُسْتَجَابُ لَهُ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ يُغْفَرُ لَهُ حَتَّى يَنْفَجِرَ الصُّبْحُ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah z beliau mengatakan : Rasulullah n bersabda : Apabila separuh malam atau dua pertiga malam telah berlalu, Allah k turun ke langit dunia lalu berfirman : Adakah orang meminta ? Dia akan diberi ! Adakah orang yang berdo'a ? dia mesti akan dikabulkan permohonannya ! Adakah orang yang memohon ampunan ? Dia akan diberi ampunan ! Sampai terbit fajar.
lihat tafsir al Kawaakib, oleh ustadz Abdul hakim, hlm. ?????


(Sumber: Almanhaj.or.id) 

Koleksi Hadith Dha'if & Maudhu'

www.tips-fb.com

مائة حديث من الأحاديث الضعيفة والموضوعة
 
وهي منتشرة بين الخطباء والوعاظ
1- ((من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر، لم يزدد من الله إلا بعداً)). وفي لفظ: ((من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر ، فلا صلاة له)). قال الذهبي : قال ابن الجنيد: كذب وزور. قال الحافظ العراقي: حديث إسناده لين، قال الألباني : باطل لا يصح من قبل إسناده ولا من جهة متنه. "ميزان الاعتدال" (3/293) . "نخريج الإحياء" (1/143) . "السلسلة الضعيفة" (2 ، 985).

2- ((الحديث في المسجد يأكل الحسنات كما تأكل البهائم الحشيش)). وفي لفظ : ((الحديث في المسجد يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب)). قال الحافظ العراقي: لم أقف له على أصل، قال عبد الوهاب ابن تقي الدين السبكي : لم أجد له إسناداً ، قال الألباني : لا أصل له. "تخريج الإحياء" (1/136) . "طبقات الشافعية" للسبكي (4/145) . "الضعيفة" (4) .

3- ((اعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً)). قال الألباني: لا يصح مرفوعاً أي: ليس صحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم. "الضعيفة" (8) .

4- ((أنا جدُّ كل تقي)) قال السيوطي: لا أعرفه. قال الألباني : لا أصل له. "الحاوي" للسيوطي (2/89) . "الضعيفة" (9) .

5- ((إنما بعثتُ مُعَلِّماً)) قال العراقي: سنده ضعيف، قال الألباني : ضعيف. "تخريج الإحياء" (1/11) . "الضعيفة" (11) .

6 - ((أوحى الله إلى الدنيا أن اخدمي من خدمني وأتعبي من خدمك)) قال الألباني : موضوع. "تنزيه الشريعة" للكناني (2/303) . "الفوائد المجموعة" للشوكاني (712) . "الضعيفة" (12) .

7- ((إياكم وخضراءُ الدِّمن فقيل: ما خضراء الدِّمن؟ قال المرأةُ الحسناء في المنبت السوء)). قال العراقي: ضعيف وضعفه ابن الملقن . قال الألباني: ضعيف جداً. "تخريج الإحياء" (2/42) . "الضعيفة" (14) .

8- ((صنفان من أمتي إذا صلحا، صلح الناس: الأمراء والفقهاء)). وفي لفظ ((صنفان من أمتي إذا صلحا، صلح الناس: الأمراء والعلماء)). قال الإمام أحمد : في أحد رواته كذاب يضع الحديث ، قال ابن معين والدارقطني مثله، قال الألباني: موضوع. "تخريج الإحياء" (1/6) . "الضعيفة" (16) .

9- ((توسلوا بجاهي ، فإن جاهي عند الله عظيم)). قال ابن تيمية والألباني : لا أصل له."اقتضاء الصراط المستقيم" لابن تيمية (2/415) . "الضعيفة" (22) .

10- ((من خرج من بيته إلى الصلاة فقال : اللهم إني أسألك بحق السائلين عليك، وأسألك بحق ممشاي هذا ......... أقبل الله عليه بوجهه واستغفر له ألفُ ملكٍ)). ضعفه المنذري، قال البوصيري: سنده مسلسل بالضعفاء. قال الألباني : ضعيف. "الترغيب والترهيب" للمنذري (3/272) . "سنن ابن ماجه" (1/256) .

11- ((الخير فيَّ وفي أمتي إلى يوم القيامة)). قال ابن حجر : لا أعرفه . "المقاصد الحسنة" للسخاوي (ص 208). وهو في "تذكرة الموضوعات" للفتني (68) . وفي "الأسرار المرفوعة في الأخبار الموضوعة" للقاري (ص 195).

12- ((من نام بعد العصر ، فاختُلس عقله، فلا يلومنَّ إلا نفسه)). أورده ابن الجوزي في "الموضوعات" (3/69) . والسيوطي في "اللآلئ المصنوعة" (2/279) . والذهبي في "ترتيب الموضوعات" (839) .

13- ((من أحدث ولم يتوضأ فقد جفاني ......)). قال الصغاني : موضوع . "الموضوعات" (53) . والألباني : موضوع."الضعيفة" (44) .

14- ((من حج البيت ولم يزرني . فقد جفاني)). موضوع. قاله الذهبي في "ترتيب الموضوعات" (600) . والصغاني في "الموضوعات" (52) . والشوكاني في "الفوائد المجموعة" (326) .

15- ((من حج، فزار قبري بعد موتي، كان كمن زارني في حياتي)). قال ابن تيمية: ضعيف . "قاعدة جليلة" (57) . قال الألباني: موضوع. "الضعيفة" (47) . وانظر "ذخيرة الحفاظ" لابن القيسراني (4/5250).

16- ((اختلاف أمتي رحمة)). موضوع. "الأسرار المرفوعة" (506) . "تنزيه الشريعة" (2/402) . وقال الألباني: لا أصل له. "الضعيفة" (11) .

17- ((أصحابي كالنجوم بأيهم اقتديتم اهتديتم)). وفي لفظ: ((إنما أصحابي مثل النجوم فأيهم أخذتم بقوله اهتديتم)).قال ابن حزم : خبر مكذوب موضوع باطل لم يصح قط."الإحكام في أصول الأحكام"(5/64) و (6/82) . وقال الألباني: موضوع. "الضعيفة" (66) . وانظر "جامع بيان العلم وفضله" لابن عبد البر (2/91).

18- ((من عَرَفَ نفسهُ فقد عرف ربَّه)).موضوع."الأسرار المرفوعة" (506) . و "تنزيه الشريعة"(2/402) . "تذكرة الموضوعات" (11) .

19- ((أدَّبني ربي. فأحسن تأديبي)). قال ابن تيمية: لا يعرف له إسناد ثابت ."أحاديث القصاص" (78) .وأورده الشوكاني في "الفوائد المجموعة" (1020) . والفتني في "تذكرة الموضوعات" (87) .

20- ((الناس كلهم موتى إلا العالمون، والعالمون كلهم هلكى إلا العاملون والعاملون كلهم غرقى إلا المخلصون والمخلصون على خطر عظيم)). . قال الصغاني : هذا الحديث مفترى ملحون والصواب في الإعراب: العالمين والعالمين ."الموضوعات" (200) . وأورده الشوكاني في "الفوائد المجموعة" (771) . والفتني في "تذكرة الموضوعات" (200) .

21- ((سؤر المؤمن شفاء)) . لا أصل له . "الأسرار المرفوعة" (217) . "كشف الخفاء" (1/1500) . "الضعيفة" (78) .


22- ((إذا رأيتم الرايات السود خرجت من قبل خراسان، فأتوها ولو حبواً فإن فيها خليفة الله المهدي)). ضعيف . "المنار المنيف" لابن القيم (340) . "الموضوعات" لابن الجوزي (2/39) . "تذكرة الموضوعات" (233) .

23- ((التائب حبيبُ الله)). لا أصل له . "الأحاديث التي لا أصل لها في الإحياء" للسبكي (356) . "الضعيفة" (95) .

24- ((أما إني لا أنسى ، ولكن أُنَسَّ لأُشَرِّع)) . لا أصل له . "الأحاديث التي لا أصل لها في الإحياء" (357) . "الضعيفة" (101) .

25- ((الناس نيام فإذا ماتوا انتبهوا)). لا أصل له . "الأسرار المرفوعة" (555) . "الفوائد المجموعة" (766) . "تذكرة الموضوعات" (200).

26- ((من حدث حديثاً، فعطس عنده ، فهو حق)). موضوع . "تنزيه الشريعة" (483) . "اللآلئ المصنوعة" (2/286) . "الفوائد المجموعة" (669) .

27- ((تزوجوا ولا تطلقوا، فإن الطلاق يهتز له العرش)). موضوع . "ترتيب الموضوعات" (694) . "الموضوعات" للصغاني (97) . "تنزيه الشريعة" (2/202) .

28- ((تعاد الصلاة من قدر الدرهم من الدم)). موضوع . "ضعاف الدار قطني" للغساني (353) . "الأسرار المرفوعة" (138) . "الموضوعات" لابن الجوزي (2/76) .

29- ((السخي قريب من الله، قريب من الجنة. قريب من الناس، بعيد من النار، والبخيل بعيد من الله، بعيد من الجنة، بعيد من الناس ، قريب من النار وجاهل سخي أحب إلى الله من عابد بخيل)). ضعيف جدّاً . "المنار المنيف"(284) . "ترتيب الموضوعات" (564) . "اللآلئ المصنوعة" (2/91) .

30- ((أنا عربي والقرآن عربي ولسان أهل الجنة عربي)) . "تذكرة الموضوعات" (112) . "المقاصد الحسنة" (31) . "تنزيه الشريعة" (2/30) .

31- ((إن لكل شيء قلباً، وإن قلب القرآن (يس) من قرأها، فكأنما قرأ القرآن عشر مرات)). موضوع . "العلل" لابن أبي حاتم (2/55) . "الضعيفة" (169) .

32- ((فكرة ساعة خير من عبادة ستين سنة)) . موضوع . "تنزيه الشريعة" (2/305) . "الفوائد المجموعة" (723) . "ترتيب الموضوعات" (964) .

33- ((لا صلاة لجار المسجد إلا في المسجد)) . ضعيف . "ضعاف الدارقطني" (362) . "اللآلئ المصنوعة" (2/16) . "العلل المتناهية" (1/693).

34- ((الحجر الأسود يمين الله في الأرض يصافح بها عباده)). موضوع . "تاريخ بغداد" للخطيب (6/328) . "العلل المتناهية" (2/944) . "الضعيفة" (223) .

35- ((صوموا تصحوا)) . ضعيف . "تخريج الإحياء" (3/87) . "تذكرة الموضوعات" (70) . "الموضوعات" للصغاني (72) .

36- ((أوصاني جبرائيل عليه السلام بالجار إلى أربعين داراً. عشرة من ها هنا، وعشرة من ها هنا ، وعشرة من ها هنا ، وعشرة من ها هنا)) . ضعيف . "كشف الخفاء" (1/1054) . "تخريج الإحياء" (2/232) . "المقاصد الحسنة" للسخاوي (170) .

37- ((لولاك ما خلقت الدنيا)) . موضوع . "اللؤلؤ المرصوع" للمشيشي (454) . "ترتيب الموضوعات" (196) . "الضعيفة" (282).

38- ((من قرأ سورة الواقعة في كل ليلة لم تصبه فاقة أبداً)). ضعيف. "العلل المتناهية" (1/151) . "تنزيه الشريعة" (1/301) . "الفوائد المجموعة" (972) .

39- ((من أصبح وهمه غير الله عز وجل ، فليس من الله في شيء ومن لم يهتم للمسلمين فليس منهم)) . موضوع . "الفوائد المجموعة" (233) . "تذكرة الموضوعات" (69) . "الضعيفة" (309-312) .

40- ((كما تكونوا يولي عليكم)) . ضعيف . "كشف الخفاء" (2/1997) . "الفوائد المجموعة" (624) . "تذكرة الموضوعات" (182).

41- ((كما تكونوا يولي عليكم)) . ضعيف . "الفوائد المجموعة" (624) . "تذكرة الموضوعات" (182) . "كشف الخفاء" (2/1997).

42- ((من ولد له مولود. فأذن في أذنه اليمنى وأقام في أذنه اليسرى لم تضره أم الصبيان)) . موضوع . "الميزان" للذهبي (4/397) . "مجمع الزوائد" للهيثمي . "تخريج الإحياء" (2/61) .

43- ((من تمسك بسنتي عند فساد أمتي ، فله أجر مئة شهيد)) . ضعيف جدا . "ذخيرة الحفاظ" (4/5174) . "الضعيفة" (326) .

44- ((المتمسك بسنتي عند فساد أمتي له أجر شهيد)) . ضعيف ."الضعيفة" (327) .

45- ((أنا ابن الذبيحين)) . لا أصل له . "رسالة لطيفة" لابن قدامة (23) . "اللؤلؤ المرصوع" (81) . "النخبة البهية" للسنباوي (43) .

46- ((النظر في المصحف عبادةٌ، ونظر الولد إلى الوالدين عبادةٌ، والنظر إلى علي بن أبي طالب عبادةٌ)) . موضوع . ""الضعيفة" (356) .

47- ((من صلى في مسجدي أربعين صلاة لا يفوته صلاة كتبت له براءة من النار ونجاة من العذاب، وبرئ من النفاق)) . ضعيف . "الضعيفة" (364) .

48- ((الأقربون أولى بالمعروف)) . لا أصل له . "الأسرار المرفوعة" (51) . "اللؤلؤ المرصوع" (55) . "المقاصد الحسنة" للسخاوي (141) .

49- ((آخر من يدخل الجنة رجل من جهينة ، يقال له: جهينة ، فيسأله أهل الجنة: هل بقي أحد يعذب؟ فيقول: لا فيقولون: عند جهينة الخبر اليقين)). موضوع . "الكشف الالهي" للطرابلسي (1/161) . "تنزيه الشريعة" (2/391) . "الفوائد المجموعة" (1429)

50- ((خير الأسماء ما عبِّد وما حـمِّد)) . موضوع . "الأسرار المرفوعة" (192) . "اللؤلؤ المرصوع" (189) . "النخبة" (117) .

51 - ((اطلبوا العلم ولو بالصين)) . موضوع . "الموضوعات" لابن الجوزي (1/215) . "ترتيب الموضوعات" للذهبي (111) . "الفوائد المجموعة" (852) .

52- ((شاوروهن - يعني: النساء - وخالفوهن)) . لا أصل له . "اللؤلؤ المرصوع" (264) . "تذكرة الموضوعات" (128) . "الأسرار المرفوعة" (240).

53- ((يدعى الناس يوم القيامة بأمهاتهم ستراً من الله عز وجل عليهم)) . موضوع . "اللآلئ المصنوعة" للسيوطي (2/449) . "الموضوعات" لابن الجوزي (3/248) . "ترتيب الموضوعات" (1123) .

54- ((السلطان ظل الله في أرضه، من نصحه هدي ، ومن غشه ضل)). موضوع . "تذكرة الموضوعات" للفتني (182) . "الفوائد المجموعة" للشوكاني (623) . "الضعيفة" (475) .

55- ((من خاف الله خوف الله منه كل شيء ، ومن لم يخف الله خوفه الله من كل شيء)) . ضعيف . "تخريج الإحياء" للعراقي (2/145) . "تذكرة الموضوعات" (20) . "الضعيفة" (485) .

56- ((قال الله تبارك وتعالى : من لم يرض بقضائي ويصبر على بلائي، فليتمس رباً سوائي)) . ضعيف . "الكشف الإلهي" للطرابلسي (1/625) . "تذكرة الموضوعات" (189) . "الفوائد المجموعة" (746) .

57- ((ليس لفاسق غيبة)) . موضوع . "الأسرار المرفوعة" للهروي (390) . "المنار المنيف" لابن القيم (301) . "الكشف الإلهي" (1/764) .

58- ((إذا مات الرجل منكم فدفنتموه فليقم أحدكم عند رأسه. فليقل: يا فلان بن فلانة! فإنه سيسمع ، فليقل : يا فلان بن فلانة! فإنه سيستوي قاعداً .... اذكر ما خرجت عليه من دار الدنيا: شهادة أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ... الخ)) . ضعيف . "تخريج الإحياء" (4/420) . "زاد المعاد" لابن القيم (1/206) . "الضعيفة" (599) .

59- ((ما خاب من استخار ، ولا ندم من استشار ولا عال من اقتصد)). موضوع . "الكشف الإلهي" (1/775) . "الضعيفة" (611) .

60- ((كان إذا أخذ من شعره أو قلم أظفاره ، أو احتجم بعث به إلى البقيع فدفن)) . موضوع . "العلل" لابن أبي حاتم (2/337) . "الضعيفة" (713) .


61- ((المؤمن كيِّس فطِن حذر)) . موضوع . "كشف الخفاء" للعجلوني (2/2684) . "الكشف الإلهي" للطرابلسي (1/859) . " الضعيفة" (760) .

62- ((يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر جعل الله صيامه فريضة وقيام ليلة تطوعاً..الخ)). ضعيف . "العلل" لابن أبي حاتم (1/249) . "الضعيفة" (871) .

63- ((يا جبريل صف لي النار، وانعت لي جهنم: فقال جبريل: إن الله تبارك وتعالى أمر بجهنم فأوقد عليها ألف عام حتى ابيضت، ثم أمر بها فأوقد عليها ألف عام حتى احمرت، ثم أمر فأوقد عليها ألف عام حتى اسودت فهي سوداء مظلمة..الخ)) . موضوع . "الهيثمي" (10/387) . "الضعيفة" (910) .

64- ((لا تكثروا الكلام بغير ذكر الله، فإن كثرة الكلام بغير ذكر الله قسوة للقلب، وإن أبعد الناس من الله القلب القاسي)). ضعيف. "الضعيفة" (920) .

65- ((إذا انتهى أحدكم إلى الصف وقد تم فليجبذ إليه رجلاً يقيمه إلى جنبه)) ضعيف . "التلخيص الحبير" لابن حجر (2/37) . "الضعيفة" (921) .

66- ((الأبدال في هذه الأمة ثلاثون. مثل إبراهيم خليل الرحمن عز وجل كلما مات رجل أبدل الله تبارك وتعالى مكانه رجلاً)) . موضوع . "الأسرار المرفوعة" لعلي القاري (470) . "تمييز الطيب من الخبيث" لابن الديبع (7) . "المنار المنيف" لابن القيم (308) .

67- ((ما فضلكم أبو بكر بكثرة صيام ولا صلاة ، ولكن بشيء وقر في صدره)). لا أصل له . "الأسرار المرفوعة" لعلي القاري (452) . "الأحاديث التي لا أصل لها في الإحياء" للسبكي (288) . "المنار المنيف" (246).

68- ((تحية البيت الطواف)) . لا أصل له . "الأسرار المرفوعة" (130) . "اللؤلؤ المرصوع" (143) . "الموضوعات الصغرى" للقاري (88) .

69- ((إن العبد إذا قام في الصلاة فإنه بين عيني الرحمن فإذا التفت قال له الرب: يا ابن آدم إلى من تلتفت؟ إلى من هو خير لك مني؟ ابن آدم أقبل على صلاتك فأنا خير لك ممن تلتفت إليه)) . ضعيف جداً . "الأحاديث القدسية الضعيفة والموضوعة" للعيسوي (46) . "الضعيفة" (1024) .

70- ((وقع في نفس موسى: هل ينام الله تعالى ذكره؟ فأرسل الله إليه ملكاً. فأرقه ثلاثاً، ثم أعطاه قارورتين في كل يد قارورة ... ثم نام نومة فاصطفقت يداه وانكسرت القارورتان قال: ضرب الله له مثلاً أن الله لو كان ينام لم تستمسك السماوات والأرض)). ضعيف . "العلل المتناهية" لابن الجوزي . "الضعيفة" (1034) .

71- ((النظرة سهم من سهام إبليس من تركها خوفاً من الله آتاه الله إيماناً يجد حلاوته في قلبه)) . ضعيف جداً. "الترغيب والترهيب" للمنذري (4/106) . "مجمع الزوائد" للهيثمي (8/ 63) . "تلخيص المستدرك" للذهبي (4/314) .

72- ((يعاد الوضوء من الرعاف السائل)) . موضوع. "ذخيرة الحفاظ" لابن طاهر (5/6526) ."الضعيفة" (1071) .

73- ((ليس الإيمان بالتمني ولا بالتحلي، ولكن ما وقر في القلب وصدقه الفعل... الخ)). موضوع. "ذخيرة الحفاظ" لابن طاهر (4/4656) . "الضعيفة" (1098) . "تيببض الصحيفة" لمحمد عمرو (33) .

74- ((تخرج الدابة، ومعها عصى موسى عليه السلام، وخاتم سليمان عليه السلام ..فيقول هذا: يا مؤمن ، ويقول هذا : يا كافر)). منكر. "الضعيفة" (1108) .

75- ((انطلق النبي صلى الله عليه وسلم وأبو بكر إلى الغار، فدخلا فيه فجاءت العنكبوت فنسجت على باب الغار...الخ)) . ضعيف . "الضعيفة" (1129) . "التحديث بما قيل لا يصح فيه حديث" لبكر أبي زيد (214) .

76- ((وجد النبي صلى الله عليه وسلم ريحاً فقال: ليقم صاحب هذا الريح فليتوضأ. فاستحيا الرجل أن يقوم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ليقم صاحب هذا الريح فليتوضأ فإن الله لا يستحي من الحق، فقال العباس: يا رسول الله أفلا نقوم كلنا نتوضأ؟ فقال: قوموا كلكم فتوضؤوا)) . باطل . "الضعيفة" (1132) .

77- ((إذا فعلت أمتي خمس عشرة خصلة حل بها البلاء: إذا كان المغنم دولاً والأمانة مغنماً والزكاة مغرماً ........الخ)) . ضعيف . "سنن الترمذي" (2/33) . "العلل المتناهية" (2/1421) . "الكشف الإلهي" (1/33) .

78- ((حب الدنيا رأس كل خطيئة)) . موضوع ."أحاديث القصاص" لابن تيمية (7) . "الأسرار المرفوعة" (1/163) . "تذكرة الموضوعات" (173) .

79- ((طلب الحلال جهاد، وإن الله يحب المؤمن المحترف)) . ضعيف ."النخبة البهية" للسنباوي (57) . "الكشف الإلهي" (1/518) . "الضعيفة" (1301) .

80- ((لكل شيء عروس وعروس القرآن الرحمن)) . منكر. "الضعيفة" (1350) .

81- ((سيد القوم خادمهم)) . ضعيف. "المقاصد الحسنة" للسخاوي (579) . "الضعيفة" (1502) .

82- ((عليكم بالشفائين: العسل والقرآن)) . ضعيف. "أحاديث معلَّة ظاهرها الصحة" للوادعي (247) . "الضعيفة" (1514) .

83- ((آمن شعر أمية بن أبي الصلت وكفر قلبه)) . ضعيف. "كشف الخفاء" (1/19) . "الضعيفة" (1546) .

84- ((البر لا يبلى والإثم لا ينسى والديان لا ينام فكن كما شئت كما تدين تدان)). ضعيف. "الكشف الإلهي" للطرابلسي (681) . "اللؤلؤ المرصوع" للمشيشي (414) .

85- ((لمعالجة ملك الموت أشد من ألف ضربة بالسيف)) . ضعيف جداً. "ترتيب الموضوعات" للذهبي (1071) . "الموضوعات" لابن الجوزي (3/220) .

86- ((بادروا بالأعمال سبعاً، هل تنتظرون إلا مرضاً مفسداً وهرماً مفنداً أو غنى مطغياً أو فقراً منسياً أو موتاً مجهزاً أو الدجال فشر غائب ينتظر أو الساعة والساعة أدهى وأمر)). ضعيف. "ذخيرة الحفاظ" لابن طاهر (2/2313) . "الضعيفة" (1666) .

87 - ((أجرؤكم عل الفتيا أجرئكم على النار)). ضعيف. "الضعيفة" (1814) .

88- ((اتقوا فراسة المؤمن فإنه ينظر بنور الله)) . ضعيف. "تنزيه الشريعة" للكناني (2/305) . "الموضوعات" للصغاني (74) .

89- ((الدنيا دار من لا دار له ومال من لا مال له ولها يجمع من لا عقل له)). ضعيف جدّاً. "الأحاديث التي لا أصل لها في الإحياء" للسبكي (344) . "تذكرة الموضوعات" للفتني (174) .

90- ((لا تجعلوا آخر طعامكم ماءً)) . لا أصل له . "الضعيفة" (2096) .

91- ((إن للقلوب صدأ كصدأ الحديد وجلاؤها الاستغفار)). موضوع."ذخيرة الحفاظ" (2/1978) . "الضعيفة" (2242) .

92- ((رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الأكبر)). لا أصل له. "الأسرار المرفوعة" (211) . "تذكرة الموضوعات" للفتني (191) .

93- ((من أفطر يوماً من رمضان في غير رخصة رخصها الله له، لم يقض عنه صيام الدهر كله، وإن صامه)). ضعيف. "تنزيه الشريعة" (2/148) . "الترغيب والترهيب" (2/74).

94- ((إن عبد الرحمن بن عوف يدخل الجنة حبواً)) . موضوع. "المنار المنيف" لابن القيم (306) . "الفوائد المجموعة" للشوكاني (1184).

95- ((أبغض الحلال إلى الله الطلاق)). ضعيف. "العلل المتناهية" لابن الجوزي (2/1056) . "الذخيرة" (1/23).

96- ((لما قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة جعل النساء والصبيان والولائد يقولون :

طلع البدر علينا وجب الشكر علينا

أيها المبعوث فينا من ثنيات الوداع

ما دعا لله داع جئت بالأمر المطاع

ضعيف. "أحاديث القصاص" لابن تيمية (17) . "تذكرة الموضوعات" (196).

97- ((إياكم والحسد فإن الحسد يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب)). ضعيف. "التاريخ الكبير" (1/272) . "مختصر سنن أبي داود" للمنذري(7/226).

98- ((إن الله عز وجل يقول: أنا الله لا إله إلا أنا مالك الملوك وملك الملوك قلوب الملوك في يدي وإن العباد إذا أطاعوني حولت قلوبهم عليهم بالسخط والنقمة فساموهم سوء العذاب، فلا تشغلوا أنفسكم بالدعاء على الملوك.....الخ)). ضعيف جداً. "الأحاديث القدسية" للعيسوي (43) . "الضعيفة" (602).

99- الأذان والإقامة في أذن المولود. ضعيف جداً. "بيان الوهم" لابن القطان (4/594) . "المجروحين" لابن حبان (2/ 128) ."الضعيفة" (1/494).

100- ((الحكمة ضالة كل حكيم ، فإذا وجدها فهو أحق بها)). ضعيف. "المتناهية" لابن الجوزي (1/96) . "سنن الترمذي" (5/51

هذه الأحاديث قمت بنقلها فقط إلى الملتقى .
بارك الله فيكم

(Sumber: Multaqa ahlalhadith)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More