Perkara sunat dalam solat malam

www.tips-fb.com

Oleh: Syaikh Khalid al Husainan

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ÃóÝúÖóáõ ÇáÕøöíóÇãö ÈóÚúÏó ÑóãóÖóÇäó ÔóåúÑõ Çááåö ÇáÍóÑóÇãõ æó ÃóÝúÖóáõ ÇáÕøóáÇóÉö ÈóÚúÏó ÇáÝóÑöíúÖóÉö ÕóáÇóÉõ Çááøóíúáö

“Artinya : Sebaik-baik puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa bulan muharram dan sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat lail.” [Hadits Riayat. Muslim no. 1163]

[a]. Sebaik-baik jumlah raka’at dalam shalat lail adalah sebelas raka’at atau tiga belas raka’at dengan pengerjaan shalat yang lama. Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

ßóÇäó íõÕóáøöí ÅöÍúÏóì ÚóÔúÑóÉó ÑóßóÚóÉð ßóÇäóÊú Êöáúßó ÕóáÇóÊõåõ

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat lail sebanyak 11 raka’at, maka yang demikian itu adalah shalat beliau” [Hadits Riwayat. Bukhari no. 1147]

Riwayat yang lain menyebutkan.

íõÕóáøöíó ÈöÇááøóíúáö ËóáÇóËó ÚóÔúÑóÉó ÑóßúÚóÉð ...

“Artinya : Rasulullah shalat malam sebanyak 13 raka’at” [Hadits Riwayat. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764]

[b]. Disunnahkan bagi orang yang mengerjakan shalat lail untuk bersiwak dan membaca ayat-ayat terakhir dari surat Ali Imran mulai dari firman Allah

Åöäøó Ýöí ÎóáúÞö ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖö æóÇÎúÊöáóÇÝö Çááøóíúáö æóÇáäøóåóÇÑö áóÂíóÇÊò áöÃõæáöí ÇáúÃóáúÈóÇÈö

“Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumu dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” [ Ali Imran : 190]

Dibaca sampai akhir surat

[c]. Disunnahkan kepada orang yang mengerjakan shalat malam untuk berdoa dengan doa yang shahih yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Çááøóåõãøó áóßó ÇáÍóãúÏõ ¡ ÃóäúÊó Þóíøöãõ ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æó ÇáÃóÑúÖö æó ãóäú Ýöíúåöäøó ¡ æó áóßó ÇáÍóãúÏõ ¡ áóßó Çáãõáúßõ ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æó ÇáÃóÑúÖö æóãóäú Ýöíúåöäøó æó áóßó ÇáÍóãúÏõ ¡ äõæúÑõ ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æó ÇáÃóÑúÖö ¡ æóáóßó ÇáÍóãúÏõ ¡ ÃóäúÊó ÇáÍóÞøõ ¡ æó æóÚúÏõßó ÇáÍóÞøõ ¡ æó áöÞóÇÄõßó ÍóÞøñ ¡ æó Þóæúáõßó ÍóÞøñ ¡ æó ÇáÌóäøóÉõ ÍóÞøñ ¡ æó ÇáäøóÇÑõ ÍóÞøñ ¡ æó ÇáäøóÈöíøõæúäó ÍóÞøñ ¡ æó ãõÍóãøóÏñ ÍóÞøñ ¡ Çááøóåõãøó áóßó ÃóÓúáóãúÊõ ¡ æóÈößó ÂãóäúÊõ ¡ æó Úóáóíúßó ÊóæóßøóáúÊõ ¡ æó Åöáóíúßó ÃóäóÈúÊõ ¡ æó Èößó ÎóÇÕóãúÊõ ¡ æó Åöáóíúßó ÍóÇßóãúÊõ ¡ ÝóÇÛúÝöÑúáöí ãóÇ ÞóÏøóãúÊõ æó ÃóÎøóÑúÊõ ¡ æó ãóÇ ÃóÓúÑóÑúÊõ æó ãóÇ ÃóÚúáóäúÊõ ¡ ÃóäúÊó ÇáãõÞóÏøöãõ ¡ æó ÃóäúÊó ÇáãõÄóÎøöÑõ ¡ áÇó Åöáóåó ÅöáÇøó ÃóäúÊó ¡ Ãóæú ¡ áÇó Åöáóåó ÛóíúÑõßó

“Ya Allah, bagiMu segala puji, Engkaulah Penegak langit dan bumi dan segala isinya. BagiMu segala puji, milikMu kerajaan langit dan bumi serta segala isinya. bagiMu segala puji (Engkau) Pemberi cahaya langit dan bumi (serta segala isinya). bagiMu segala puji, Engkau penguasa langit dan bumi. bagiMu segala puji Engkau lah Yang Mahabenar, janji-Mu itu benar adanya dan pertemuan dengan-Mu itu benar adanya. FirmanMu itu benar, surga itu benar, neraka itu benar, para nabi itu benar, Nabi Muhammad itu benar (utusanMu), kiamat itu benar adanya. Ya Allah, kepadaMu aku bertawakal, kepadaMu aku kembali, kepadaMu aku mengadu dan kepadaMu aku berhukum. Ampunilah dosaku di masa lalu, masa yang akan datang, yang tersebunyi serta yang nampak (Karena Engkau adalah Maha Mengetahui itu daripada aku). Engkau lah Yang terdahulu dan Yang terakhir (Engkau Tuhanku) dan tidak ada Tuhan kecuali Engkau atau tidak ada Tuhan (bagiku) kecuali Engkau” [Hadits Riwayat. Bukhari no. 1120, 6317, 7385 dan Muslim no. 2717]

[d]. Sunnah memulai shalat lail dengan dua raka’at yang ringan (pendek). Hal itu dilakukan hingga datangnya semangat untuk memanjangkan raka’atnya setelah dua rakaat yang pendek tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ÅöÐóÇ ÞóÇãó ÃóÍóÏõßõãú ãöäó Çááøóíúáö ÝóáúíóÝúÊóÊöÍú ÕóáÇóÊóåõ ÈöÑóßúÚóÊóíúäö ÎóÝöíúÝóÊóíúäö

“Artinya : Apabila salah seorang diantara kalian mendirikan shalat lail hendaklah membuka shalatnya dengan shalat dua raka’at yang ringan (surat-surat yang dibaca pendek. Pent) [Hadits Riwayat. Muslim no. 768]

[e]. Merupakan sunnah, memulai shalat malam dengan doa yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Çááøóåõãøó ÑóÈøó ÌóÈúÑóÇÆöíúáó æó ãöíúßóÇÆöíúáó æó ÅöÓúÑóÇÝöíúáó ¡ ÝóÇØöÑó ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æó ÇáÃóÑúÖö ¡ ÚóÇáöãó ÇáÛóíúÈö æó ÇáÔøóåóÇÏóÉö ¡ ÃóäúÊó ÊóÍúßõãõ Èóíúäó ÚöÈóÇÏößó ÝöíúãóÇ ßóÇäõæúÇ Ýöíúåö íóÎúÊóáöÝõæúäó ¡ÅöåúÏöäöí áöãóÇ ÇÎúÊõáöÝó Ýöíúåö ãöäó ÇáÍóÞøö ÈöÅöÐúäößó Åöäøóßó ÊóåúÏöí ãóäú ÊóÔóÇÁõ Åöáóì ÕöÑóÇØò ãõÓúÊóÞöíúãò

“Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan bumi. Wahai Rabb yang mengetahui yang ghaib dan nyata. Engkau yang menjatuhkan hukum (untuk memutuskan) apa yang mereka (orang-orang Nasrani dan Yahudi) pertentangkan. Tunjukkanlah aku pada kebenaran apa yang dipertentangkan dengan seizinMu. Sesungguhnya Engkau menunjukkan pada jalan yang lurus bagi orang-orang yang Engkau kehendaki” [Hadits Riwayat. Muslim no. 770, Abu Dawud no. 767, Ibnu Majah no. 1357]

[f]. Disunnahkan untuk mempanjangkan shalat malam.

Ãóíøõ ÇáÕøóáÇóÉö ÃóÝúÖóáõ ¿ ÞÇóáó : Øõæúáõ ÇáÞõäõæúÊö

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: “Shalat apakah yang paling baik?” Rasulullah menjawab : “Yang panjang qunutnya (lama berdirinya)” [Hadits Riwayat. Muslim no.756]

Yang dimaksud qunut[1] adalah berdiri yang lama

[g]. Disunnahkan untuk bertaawudz (minta perlindungan kepada Allah) ketika membaca ayat tentang adzab dengan ucapan:

ÃóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÚóÐóÇÈö Çááåö

“Aku berlindung kepada Allah dari Adzab Allah”

Dan memohon rahmat kepada Allah ketika membaca ayat tentang permohonan dengan ucapan

Çááøåõãøó Åöäøöí ÃóÓúÃóáõßó ãöäú ÝóÖúáößó

“Ya Allah aku meminta kepadaMu dari karuniaMu”

Dan bertasbih ketika membaca ayat-ayat yang mengandung pujian tentang keMahasucian Allah.

Hal tersebut berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

...íóÞúÑóÃõ ãõÊóÑóÓøöáÇð ÅöÐóÇ ãóÑøó ÈöÂíóÉò ÝöíúåÇó ÊóÓúÈöíúÍñ ÓóÈøóÍó ¡ æó ÅöÐóÇ ãóÑøó ÈöÓõæúÁÇóáò ÓóÃóáó ¡ æó ÅöÐóÇ ãóÑøó ÈöÊóÚóæøõÐö ÊóÚóæøóÐó...

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca (ayat) dengan tartil apabila beliau melewati satu ayat tasbih maka beliaupun membaca tasbih. Apabila melewati ayat permohonan(tentang rahmat,-ed) maka beliaupun memohon. Dan apabila melewati ayat memohon perlindungan, maka beliaupun memohon perlindungan (bertaawudz)…” [Hadits Riwyat. Muslim no. 772]

Sebab-sebab agar mendapatkan kemudahan untuk shalat malam

[a]. Berdoa
[b]. Menjauh kan (diri) dari begadang
[c]. Tidur di siang harinya
[d]. Meninggalkan kemaksiyatan
[e]. erkeinginan diri yang kuat untuk melakukan shalat malam

Disalin dari kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah, edisi Indonesia Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Penulis Khalid Al-Husainan, Penerjemah Zaki Rachmawan]
___________________________________________________
Foote Note
[1]. Qunut dalam hadits itu memiliki banyak arti berdasarkan banyak riwayat. Dalam Hadyus Saari Muqaddimah dari Fathul Baari oleh Ibnu Hajar hal. 305 (Cet. Daar Abi Hayyaan) pasal Qaf Nun disebutkan tentang makna qunut antara lain do’a, berdiri, tenang, diam, ketaatan, shalat, kekhusu’an, ibadah, dan memperpanjang berdiri. Pent.

(Sumber: Al-Manhaj.or.id)

Tidak sah nikah tanpa wali

www.tips-fb.com

Tidak Syah Nikah Tanpa Wali

Dari Ubaidullah bin Umar Al-Umari rahimahullah dia berkata:

حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الشِّغَارِ
قُلْتُ لِنَافِعٍ مَا الشِّغَارُ قَالَ يَنْكِحُ ابْنَةَ الرَّجُلِ وَيُنْكِحُهُ ابْنَتَهُ بِغَيْرِ صَدَاقٍ وَيَنْكِحُ أُخْتَ الرَّجُلِ وَيُنْكِحُهُ أُخْتَهُ بِغَيْرِ صَدَاقٍ
“Telah menceritakan kepadaku Nafi’ dari ‘Abdullah (bin Umar) radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang nikah syighar.
Saya bertanya kepada Nafi’, “Apa maksud syighar?” Ia menjawab, “Seseorang mengawini anak perempuan seseorang lelaki dengan syarat lelaki tersebut dinikahkan dengan anak perempuannya tanpa mahar. Atau dia menikahi saudara perempuan seorang lelaki dengan syarat lelaki tersebut menikahkannya dengan saudara perempuannya tanpa mahar.” (HR. Al-Bukhari no. 5112 dan Muslim no. 1415)

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ
“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Abu Daud no. 1785, At-Tirmizi no. 1101, dan Ibnu Majah no. 1870)
Dari Aisyah radhiallahu anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنْ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ
“Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal. Jika dia telah digauli maka dia berhak mendapatkan mahar, karena lelaki itu telah menghalalkan kemaluannya. Jika terjadi pertengkaran di antara mereka, maka penguasalah yang menjadi wali atas orang yang tidak punya wali.” (HR. At-Tirmizi no. 1021)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka utamakanlah yang baik agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 2661)

Penjelasan ringkas:
Di antara syarah syahnya nikah adalah adanya keridhaan dari kedua mempelai, dalam artian pernikahan tidak dilakukan dalam keadaan terpaksa, ini telah kami terangkan pada artikel sebelumnya.

Syarat syah berikutnya adalah adanya mahar dari pihak lelaki kepada pihak wanita, walaupun dengan nilai yang sedikit dan walaupun belum dibayarkan ketika itu. Karenanya semua pernikahan tanpa mahar seperti nikah syighar adalah nikah yang haram lagi tidak syah.

Syarat syah berikutnya adalah adanya wali bagi mempelai wanita, baik dia masih perawan maupun sudah janda, keduanya disyaratkan mempunyai wali yang menikahkannya. Jika si wanita tidak mempunyai wali karena dia anak zina atau keluarnya seluruhnya kafir misalnya, maka yang menjadi wali dari wanita itu adalah dari pihak yang ditunjuk oleh penguasa. Karenanya semua pernikahan tanpa wali seperti nikah mut’ah dan semacamnya adalah nikah yang batil lagi tidak syah.

Syarat berikutnya adalah adanya dua saksi adil yang menyaksikan pernikahannya. Ada sebuah lafazh tambahan dari hadits Abu Musa di atas, “Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” Tambahan ini diperselisihkan keabsahannya oleh para ulama, sebagian menyatakan lemahnya seperti Asy-Syaikh Musthafa Al-Adawi dalam Jami’ Ahkam An-Nisa` (3/322) dan sebagian lainnya menyatakan shahihnya seperti Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil (6/258). Ala kulli hal, Imam Asy-Syafi’i berkata dalam Al-Umm (2/168), “Hadits ini walaupun sanadnya terputus di bawah Nabi shallallahu alaihi wasallam, akan tetapi mayoritas ulama berpendapat dengannya.” At-Tirmizi juga berkata setelah meriwayatkan hadits di atas, “Inilah yang diamalkan oleh para ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, para tabi’in setelah mereka, dan selain mereka. Mereka menyatakan: Tidak ada nikah tanpa adanya saksi-saksi. Tidak ada seorangpun di antara mereka yang berbeda pendapat dalam masalah ini kecuali sekelompok ulama belakangan.

Selain memperhatikan semua syarat syah nikah di atas, kedua calon mempelai juga harus memperhatikan empat perkara yang tersebut dalam hadits Abu Hurairah di atas dalam memilih pasangan hidupnya. Karena keempat perkara itu merupakan kriteria yang paling ideal mengingat Nabi shallallahu alaihi wasallam sendiri yang langsung menyarankannya.

(Dipetik dari: Al-atsariyyah.com)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More